12.13.2018

Tentang Ilmu yang Bermanfaat





Tentang Ilmu yang Bermanfaat

Assalamu'alaikum wr. wb.
Salam sejahtera bagi kita semua!

          Apa kabar teman-teman?  Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT Aamiin.
Ikhwan dan akhwat semuanya,  bagaimana nilai rapor kalian?  Pastinya membanggakan dong,  kita kan sudah berjuang maksimal di PAS kemarin.
          Bicara tentang nilai rapor,  kalian pasti ingin nilai yang terbaik bukan?
Kita pasti akan melakukan sesuatu yang menyebabkan nilai kita menjadi bagus. Kita rajin belajar,  rajin berdoa dan beribadah, menghormati guru,  mengumpulkan tugas tepat waktu, dan tak jarang dari kita yang mungkin melakukan hal yang kurang baik demi mendapatkan nilai yang bagus. Tapi,  yang seperti itu jangan dicontoh ya kawan.
Nah,  sekarang sebenarnya kenapa sih kalian ingin nilai yang terbaik? Karena ingin  mencapai cita-cita,  ingin kerja yang layak,  ingin jadi bos,  direktur,  dosen, atau sekedar ingin membanggakan orang tua?
          Sebenarnya,  inti dari tujuan kita belajar adalah satu,  yaitu mengamalkannya.  Apakah dengan mencapai cita-cita , berarti kita sudah mengamalkan ilmu yang kita miliki? Apa dengan seperti itu ilmu kita sudah tergolong ilmu yang bermanfaat?
Karena sejatinya ilmu kita akan  sia-sia jika tidak bermanfaat baik bagi diri sendiri,  orang lain,  Agama,  bangsa, maupun alam semesta.
          Di zaman sekarang,  banyak kasus yang membuktikan tidak bermanfaatnya ilmu yang sudah dimiliki seseorang. Banyak orang-orang yang pintar, ilmunya tinggi, hebat-hebat, tetapi justru tidak membawa kemaslahatan kepada orang lain, tidak membawa kemaslahatan kepada lingkungannya, tetapi justru sebaliknya, membawa kemafsadatan atau kerusakan yang lebih parah. Penipuan-penipuan yang berkedok ilmu semakin merajalela. Ilmunya hanya dijadikan alat untuk menjauh dari Allah.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
إن أشد الناس عذابا يوم القيامة عالم لم ينفعه الله بعلمه
“Sesungguhnya manusia yang paling diadzab (disiksa) kelak pada hari Kiamat adalah orang alim (yang berilmu), tapi tidak mengamalkan (ilmunya tidak bermanfaat bagi orang lain & lingkungan nya)” (HR: Thabrani).

Nah,  ikhwan dan akhwat semuanya,  ternyata para pencari ilmu dibagi menjadi 3 kelompok loh,  berikut pembagiannya menurut Imam Al Ghazali* :

  1. Seseorang yang mencari ilmu, dengan ilmunya ia bertambah bekalnya menuju Akhirat, tidak ada maksud dalam Thalabul ilmi nya kecuali hanya menuju Dzat Allah dan kampung Akhirat yang kekal abadi. Ini adalah orang-orang yang bahagia dan selamat dunia dan akhirat.
  2. Seseorang yang mencari ilmu hanya untuk sebagai syarat supaya Ia enak hidup di dunianya saja, hanya untuk mendapatkan kemuliaan, pangkat dan jabatan serta harta benda. Ia mengerti akan tujuannya, ia paham hatinya mengatakan tidak benar tapi tetap saja menuruti hawa nafsunya. Dengan ilmunya, ia hanya mengeruk kekayaan untuk dirinya sendiri, merasa sombong dengan predikat kemuliaan yang ada di pundaknya. Ini adalah bagian dari orang-orang yang menempuh jalan tercela dan rusak di hadapan Allah (jalan yang tidak diridhai Allah).
  3. Seseorang yang hanya bisa bicara, pintar berkata-kata dengan segudang dalil dan ilmu, tetapi ia tidak melaksanakan, tidak melakukannya. Hanya bisa menyuruh orang lain, sedang dirinya tidak mengerjakan dan tidak memberi tauladan. Golongan ketiga ini, adalah golongan orang berilmu, tapi tidak mengamalkan ilmunya. Inilah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW sebagai ciri-ciri dari ulama suu’ (ulama jelek). Na’udzu Billah!
*Disarikan dari Kitab Ihya’ Ulumiddin dan Bidayah al Bidayah karya Imam Abu Hamid Muhammad al Ghazali

Untuk mengetahui lebih lanjut,  simak ciri ciri orang yang ilmunya bermanfaat berikut ini: 

Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menjelaskan secara rinci ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.
والعلم النافع هو ما يزيد في خوفك من الله تعالى، ويزيد في بصيرتك بعيوب نفسك، ويزيد في معرفتك بعبادة ربك، ويقلل من رغبتك في الدنيا، ويزيد في رغبتك في الآخرة، ويفتح بصيرتك بآفات أعمالك حتى تحترز منها، ويطلعك على مكايد الشيطان وغروره،
Artinya, “Ilmu yang bermanfaat adalah menambah rasa takutmu kepada Allah, menambah kebijaksanaanmu dengan aib-aib dirimu, menambah rasa makrifat dengan beribadah kepada Tuhanmu, serta meminimalisasi kecintaanmu terhadap dunia, dan menambah kecintaanmu kepada akhirat, membuka pandanganmu atas perbuatan jelekmu, hingga kaudapat menjaga diri dari hal itu, serta membebaskanmu dari tipu daya setan,” (Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Kairo: Maktabah Madbuli, 1993 M], halaman 38).

Dari penjelasan Al-Ghazali di atas, bisa diperinci bahwa ciri-ciri ilmu yang bermanfaat adalah sebagai berikut:
  • Menambah rasa takut kita kepada Allah SWT.
  • Kita semakin menyadari aib-aib yang telah kita lakukan.
  • Bertambahnya makrifat kita kepada Allah dengan semakin banyak beribadah kepada-Nya.
  • Berusaha untuk meminimalisasi cinta kita kepada dunia.
  • Menambah rindu dan cinta kita kepada amal akhirat.
  • Mengoreksi perbuatan-perbuatan kita yang tercela dan berusaha untuk menghindar dari perbuatan tersebut.
  • Selalu dijauhkan dari tipudaya setan. Imam al-Ghazali mengatakan bahwa karena tipu daya setan tersebut kita menjadi ulama su’ (ulama yang tercela). Akibat tipu daya setan tersebut, kita selalu menjadikan agama sebagai ladang mencari dunia, menjadikan ilmu sebagai alat untuk mendapatkan harta dari para pejabat, bahkan ada yang sampai memakan harta wakaf dan anak yatim hingga mengakibatkan waktu kita habis dengan angan-angan untuk mendapatkan dunia, pangkat, dan kedudukan. Na‘udzubillah min dzalik.
          Wah,  ternyata menjadikan ilmu kita bermanfaat bukan sekedar mengamalkannya melalui pekerjaan yang kita lakukan nanti, lebih dari itu ilmu yang bermanfaat adalah yang menyebabkan kebaikan bagi diri sendiri dan sekitarnya.  
Bahkan,  ilmu yang bermanfaat itu termasuk amal yang pahalanya tidak terputus bahkan ketika kita sudah meninggal lho, 
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bersabda:
إِذَا مَاتَ ابْنُ آدَمَ انْقَطَعَ عَمَلُهُ إِلا مِنْ ثَلاثٍ : صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ ، أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ ، أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ 
“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”

          Lalu,  sudahkah ilmu kita termasuk ilmu yang bermanfaat? Alhamdulillah jika ilmu kita sudah menciptakan kebaikan bagi diri sendiri dan sekitarnya. Bagaimana jika mungkin, teman-teman merasa ilmunya belum dimanfaatkan secara maksimal?  Segera perbaiki, dan jangan lupa amalkan doa* ini ya,, 

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوْذُبِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَقَلْبٍ لا يَخْشَعُ وَعَمَلٍ لَا يُرْفَعُ وَدُعَاءٍ لَايُسْمَعُ 
Allâhumma innî a‘ûdzubika min ‘ilmin lâ yanfa‘ wa qalbin lâ yakhsya‘ wa ‘amalin lâ yurfa‘ wa du‘âin lâ yusma‘

Artinya: “Ya Allah aku berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu', amal yang tidak diangkat (diterima), dan doa yang tidak didengar.”
*Dalam kitab Bidayah Al-Hidayah Imam al-Ghazali yang bersumber dari hadits Rasulullah Saw. 

Nah,  ikhwan dan akhwat,  sekian dulu artikel dari Rohis Exist Smada,  doakan kami agar lebih baik lagi kedepannya,  jangan lupa share.. Selalu semangat menebar kebaikan! 

Wassalamu'alaikum wr. wb.