Showing posts with label Islam. Show all posts
Showing posts with label Islam. Show all posts

8.29.2020

Puasa Sunnah di Bulan Muharram | Puasa Tasu'a dan Asyura | Rohis Exist SMAN 2 Purwokerto

 Assalamu'alaikum sobat exist๐Ÿ™Œ 

Bagaimana kabarnya? Semoga sehat dan selalu dalam lindungan Allah SWT yaa... 


Wahh tidak terasa ya sudah satu tahun kita lewati dan sekarang sudah memasuki hari kesepuluh di bulan Muharram. Pasti kalian sudah tidak asing dengan kegiatan yang dilakukan pada tanggal ini, kan? Yup, betul sekali puasa Asyura. Eits, selain itu ada juga puasa yang dilakukan di hari sebelumnya, yaitu puasa Tasu'a. Kenapa kok kita disunnahkan untuk berpuasa di bulan ini? Nah, di sini kami ingin berbagi sedikit nih mengenai kenapa kita disunnahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 bulan Muharram dan beberapa keutamaannya. 


Bulan Muharram adalah bulannya Allah SWT. Karena pada bulan ini, Allah memberikan keberkahan kepada makhluk-Nya, sehingga pada bulan ini dianjurkan untuk melakukan puasa Sunnah. Pada bulan ini, ada 2 puasa Sunnah yang dianjurkan untuk dilakukan oleh umat muslim, yaitu puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Puasa apa itu?


Yang pertama adalah puasa tanggal 9 Muharram atau biasa disebut puasa hari Tasu'a. Puasa ini dilakukan untuk mengiringi puasa yang dilakukan pada tanggal 10. Kenapa disebut untuk mengiringi puasa? Karena, di hari yang sama, pada tanggal 10 Muharram orang-orang Yahudi juga melakukan puasa.


Yang kedua adalah puasa pada tanggal 10 Muharram atau yang biasa disebut puasa hari Asyura. Pada tanggal 10 Muharram terjadi banyak peristiwa penting. Beberapa diantaranya adalah pada tanggal itu Nabi Adam a.s diciptakan, Nabi Ibrahim a.s dilahirkan, Nabi Ayyub a.s disembuhkan dari penyakitnya, dan masih banyak lagi. Nabi SAW berpuasa pada 2 hari itu untuk membedakan cara umat Yahudi dan Nasrani berpuasa di waktu yang sama.


Selain itu, puasa pada bulan Muharram ini punya banyak keutamaan lhoo. Mau tau apa aja? Ini dia beberapa keutamaan menjalankan puasa di bulan Muharram : 

1. Puasa Asyura menghapuskan dosa selama setahun lalu

2. Mengikuti ajaran Rasulullah SAW

3. Hari puasanya umat Nabi Musa a.s

4. Mewujudkan impian Baginda Nabi Muhammad untuk berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a)

5. Puasa di bulan Muharram adalah sebaik-baik puasa


Nah, itu dia sedikit penjelasan dan keutamaan puasa di bulan Muharram. Jangan lupa untuk diamalkan ya teman-teman๐Ÿ˜Š Semoga bermanfaat.


Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

1.21.2019

Sehat ala Rasulullah SAW

Assalamu'alaikum teman-teman semuanya!

Berjumpa lagi dengan kami rohis smada yang tentunya akan membagikan sesuatu yang bermanfaat,  insyaallah.
Bagaimana kabar teman-teman semuanya? Semoga selalu sehat dan dalam lindungan Allah SWT, aamiin. Apalagi sekarang sedang musim penghujan,  sering ada badai,  dan terkadang cuaca tidak menentu. Kondisi ini rentan membawa penyakit yang menyerang kekebalan tubuh kita,  lho. Jadi harusnya kita selalu menjaga kesehatan agar terhindar dari penyakit tersebut. Tapi,  bagaimana caranya?

Baiklah,  terkait dengan hal ini kita akan membahasnya dalam kegiatan rutin PSP bersama Bu Ratna,  bagaimana kiat-kiat hidup sehat menurut Rasulullah SAW.
Mari simak berikut ini!

1. Pertama kali yang masuk dalam tubuh Rasul adalah udara segar. Seperti diketahui, beliau punya kebiasaan bangun untuk salat pada sepertiga malam terakhir, dan udara sepertiga malam itu (01.00-04.00) sangat kaya akan oksigen yang belum tercemar zat lain. Udara seperti ini sangat bermanfaat untuk metabolisme tubuh.

2. Nabi Muhammad SAW selalu membersihkan diri dan bersiwak. Beliau selalu bersih dan rapi. Dengan bersiwak, beliau telah menjaga kebersihan rongga mulut. Dan dengan mandi beliau telah menjaga kesehatan badannya.

3. Beliau selalu sarapan dengan segelas air dingin (bukan air es) yang dicampur dengan madu asli. Baru setelah salat dhuha, Rasulullah makan tujuh butir kurma yang matang.
4. Menjelang sore, Rasulullah makan roti atau makanan pokok lainnya yang dicampur dengan cuka dan minyak zaitun.
5. Saat malam tiba, menu makan Rasulullah sayur-sayuran. Setalah makan malam, beliau tidak langsung tidur tapi tetap melakukan beberapa aktivitas dahulu agar makanan masuk dalam lambung dengan cepat dan baik.
6. Semua menu tadi ialah menu makanan yang disukai Rasulullah. Rasul pun melakukan olahraga untuk menjaga kesehatannya. Beliau tidak menganjurkan umatnya begadang.

7.  rasulullah tidak makan dua jenis makanan panas atau dua jenis makanan yang dingin secara bersamaan

Nah,  selain kiat-kiat menjaga kesehatan tersebut,  ada beberapa anjuran dari Rasulullah SAW, seperti : 
1. Memakan makanan yang baik
ุนَู†ْ ุฃَุจِูŠ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆْู„ُ ุงู„ู„ู‡ِ ุตَู„َّู‰ ุงู„ู„ู‡ُ ุนَู„َูŠْู‡ِ ูˆَ ุณَู„َّู…َ : « ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ู†َّุงุณُ ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุทَูŠِّุจٌ ู„ุงَ ูŠَู‚ْุจَู„ُ ุฅِู„ุงَّ ุทَูŠِّุจًุง ูˆَุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุฃَู…َุฑَ ุงู„ْู…ُุคْู…ِู†ِูŠู†َ ุจِู…َุง ุฃَู…َุฑَ ุจِู‡ِ ุงู„ْู…ُุฑْุณَู„ِูŠู†َ ูَู‚َุงู„َ ( ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„ุฑُّุณُู„ُ ูƒُู„ُูˆุง ู…ِู†َ ุงู„ุทَّูŠِّุจَุงุชِ ูˆَุงุนْู…َู„ُูˆุง ุตَุงู„ِุญًุง ุฅِู†ِّู‰ ุจِู…َุง ุชَุนْู…َู„ُูˆู†َ ุนَู„ِูŠู…ٌ) ูˆَู‚َุงู„َ (ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ูƒُู„ُูˆุง ู…ِู†ْ ุทَูŠِّุจَุงุชِ ู…َุง ุฑَุฒَู‚ْู†َุงูƒُู…ْ) ». ุซُู…َّ ุฐَูƒَุฑَ ุงู„ุฑَّุฌُู„َ ูŠُุทِูŠู„ُ ุงู„ุณَّูَุฑَ ุฃَุดْุนَุซَ ุฃَุบْุจَุฑَ ูŠَู…ُุฏُّ ูŠَุฏَูŠْู‡ِ ุฅِู„َู‰ ุงู„ุณَّู…َุงุกِ ูŠَุง ุฑَุจِّ ูŠَุง ุฑَุจِّ ูˆَู…َุทْุนَู…ُู‡ُ ุญَุฑَุงู…ٌ ูˆَู…َุดْุฑَุจُู‡ُ ุญَุฑَุงู…ٌ ูˆَู…َู„ْุจَุณُู‡ُ ุญَุฑَุงู…ٌ ูˆَุบُุฐِู‰َ ุจِุงู„ْุญَุฑَุงู…ِ ูَุฃَู†َّู‰ ูŠُุณْุชَุฌَุงุจُ ู„ِุฐَู„ِูƒَ
Artinya:
Dari Abu Hurairah r.a. dia berkata: Rasulallah saw. bersabda: Sesungguhnya Allah ta’ala itu baik, tidak menerima kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah memerintahkan kepada orang yang beriman sebagiamana Ia memerintahkan kepada para Rasul-Nya dengan firman-Nya: “Wahai para Rasul makanlah yang baik-baik dari apa yang Kami rizkikan kepada kalian”. Kemudian beliau menyebutkan ada seseorang yang melakukan perjalanan jauh dalam keadaan kusut dan berdebu. Dia menganngkatkan tangannya ke langit seraya berkata: “Ya Tuhanku, padahal makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram dan kebutuhannya dipenuhi dari sesuatu yang haram, maka (jika begitu keadaannya) bagaimana doannya akan dikabulkan. (HR. Muslim)

2. Anjuran berobat
Dari Jabir bin ‘Abdullah radhiallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
ู„ِูƒُู„ِّ ุฏَุงุกٍ ุฏَูˆَุงุกٌ، ูَุฅِุฐَุง ุฃَุตَุงุจَ ุงู„ุฏَّูˆَุงุกُ ุงู„ุฏَّุงุกَ، ุจَุฑَุฃَ ุจِุฅِุฐْู†ِ ุงู„ู„ู‡ِ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ

“Setiap penyakit pasti memiliki obat. Bila sebuah obat sesuai dengan penyakitnya maka dia akan sembuh dengan seizin Allah Subhanahu wa Ta’ala.” (HR. Muslim)
3. Tidak berlebihan dalam makan
ุนَู†ْ ู…ِู‚ْุฏَุงู…ِ ุจْู†ِ ู…َุนْุฏِูŠูƒَุฑِุจَ ู‚َุงู„َ ุณَู…ِุนْุชُ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ูŠَู‚ُูˆู„ُ « ู…َุง ู…َู„ุฃَ ุขุฏَู…ِู‰ٌّ ูˆِุนَุงุกً ุดَุฑًّุง ู…ِู†ْ ุจَุทْู†ٍ ุจِุญَุณْุจِ ุงุจْู†ِ ุขุฏَู…َ ุฃُูƒُู„ุงَุชٌ ูŠُู‚ِู…ْู†َ ุตُู„ْุจَู‡ُ ูَุฅِู†ْ ูƒَุงู†َ ู„ุงَ ู…َุญَุงู„َุฉَ ูَุซُู„ُุซٌ ู„ِุทَุนَุงู…ِู‡ِ ูˆَุซُู„ُุซٌ ู„ِุดَุฑَุงุจِู‡ِ ูˆَุซُู„ُุซٌ ู„ِู†َูَุณِู‡ِ 

Artinya:

Dari Miqdam bin Ma’dikariba berkata: Saya pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda “tidak ada bejana yang diisi oleh manusia yang lebih buruk dari perutnya, cukuplah baginya memakan beberapa suapan sekedar dapat menegakkan tulang punggungnya (memberikan tenaga), jika tidak bisa demikian, maka hendaklah ia memenuhi sepertiga lambungnya untuk makanan, sepertiga untuk minuman dan sepertiga untuk bernafas” (HR. At-Tirmidzi)

4. Tidak meniup makanan atau minuman
ุนَู†ِ ุงุจْู†ِ ุนَุจَّุงุณٍ ุฃَู†َّ ุงู„ู†َّุจِู‰َّ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ู†َู‡َู‰ ุฃَู†ْ ูŠُุชَู†َูَّุณَ ูِู‰ ุงู„ุฅِู†َุงุกِ ุฃَูˆْ ูŠُู†ْูَุฎَ ูِูŠู‡ِ.
Artinya:

Dari Ibn ‘Abbas “Bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wasallam Telah Melarang Bernafas Di Dalam Bejana Atau Melarang Untuk Meniup Padanya.” (HR. AT-TIRMIDZI
5. Mencuci tangan sebelum tidur
ุนَู†ْ ุฃَุจِู‰ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ู‚َุงู„َ ู‚َุงู„َ ุฑَุณُูˆู„ُ ุงู„ู„َّู‡ِ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… : ู…َู†ْ ู†َุงู…َ ูˆَูِูŠ ูŠَุฏِู‡ِ ุบُู…َุฑٌ ูˆَู„َู…ْ ูŠَุบْุณِู„ْู‡ُ ูَุฃَุตَุงุจَู‡ُ ุดَูŠْุกٌ ูَู„ุงَ ูŠَู„ُูˆู…َู†َّ ุฅِู„ุงَّ ู†َูْุณَู‡ُ

Artinya : Dari Abu Hurairah, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa tertidur dan ditangannya terdapat lemak (kotoran bekas makan) dan dia belum mencucinya lalu dia tertimpa oleh sesuatu, maka janganlah dia mencela melainkan dirinya sendiri.” (HR. Abu Daud)


6. Mandi
ุนَู†ْ ุฃَุจِู‰ ู‡ُุฑَูŠْุฑَุฉَ ุนَู†ِ ุงู„ู†َّุจِู‰ِّ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ุญَู‚ٌّ ุนَู„َู‰ ูƒُู„ِّ ู…ُุณْู„ِู…ٍ ุฃَู†ْ ูŠَุบْุชَุณِู„َ ูِูŠ ูƒُู„ِّ ุณَุจْุนَุฉِ ุฃَูŠَّุงู…ٍ ูŠَูˆْู…ًุง ูŠَุบْุณِู„ُ ูِูŠู‡ِ ุฑَุฃْุณَู‡ُ ูˆَุฌَุณَุฏَู‡ُ
Artinya:
Dari Abu Hurairah, Nabi bersabda: “Haknya Allah atas setiap muslim adalah mandi di setiap tujuh hari, yaitu memandikan kepala dan jasadnya.” (HR. Muslim)

7. Kebersihan fitrah
ุงู„ْูِุทْุฑَุฉُ ุฎَู…ْุณٌ ( ุฃَูˆْ ุฎَู…ْุณٌ ู…ِู†َ ุงู„ْูِุทْุฑَุฉِ ) ุงู„ْุฎِุชَุงู†ُ ูˆَุงู„ْุงِุณْุชِุญْุฏَุงุฏُ ูˆَุชَู‚ْู„ِูŠْู…ُ ุงู„ْุฃَุธْูَุงุฑِ ูˆَู†َุชْูُ ุงู„ْุฅِุจْุทِ ูˆَู‚َุตُّ ุงู„ุดَّุงุฑِุจِ
“Fithrah itu ada lima: khitan, mencukur bulu kemaluan, memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan mencukur kumis”. [HR. Al-Bukhoriy (5889), Muslim (257), Abu Dawud (4198), dan An-Nasa'iy (9)]

8. Olahraga renang
ุนู† ุจูƒุฑ ุจู† ุนุจุฏ ุงู„ู„ู‡ ุจู† ุฑุจูŠุน ุงู„ุฃู†ุตุงุฑูŠ ، ู‚ุงู„ : ู‚ุงู„ ุฑุณูˆู„ ุงู„ู„ู‡ ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู… : ุนَู„ِّู…ُูˆุง ุฃَุจْู†َุงุกَูƒُู…ْ ุงู„ุณِّุจَุงุญَุฉَ ูˆَุงู„ุฑِّู…َุงูŠَุฉَ، ูˆَู†ِุนْู…َ ู„َู‡ْูˆُ ุงู„ู…ُุคْู…ِู†َุฉِ ูِูŠ ุจَูŠْุชِู‡َุง ุงู„ู…ِุบْุฒู„ِ، ูˆَุฅِุฐَุง ุฏَุนَุงูƒَ ุฃَุจَูˆَุงูƒَ ูَุฃَุฌِุจْ ุฃُู…َّูƒَ

Artinya : dari Bakar bin Abdillah bin Rabi’ al-anshari berkata :berkata Rasulullah SAW. “ajarilah anak anakmu berenang dan melempar lembing, termasuk juga perempuan perempuan di rumahnya menenun, dan apabila kedua orangtuamu memanggil maka utamakan ibumu”.

9. Olahraga panah
ุนَู†ْ ุนُู‚ْุจَุฉَ ุจْู†ِ ุนَุงู…ِุฑٍ ู‚َุงู„َ ุณَู…ِุนْุชُ ุฑَุณُูˆู„َ ุงู„ู„َّู‡ِ -ุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ูŠู‡ ูˆุณู„ู…- ูŠَู‚ُูˆู„ُ : « ุฅِู†َّ ุงู„ู„َّู‡َ ุนَุฒَّ ูˆَุฌَู„َّ ูŠُุฏْุฎِู„ُ ุจِุงู„ุณَّู‡ْู…ِ ุงู„ْูˆَุงุญِุฏِ ุซَู„ุงَุซَุฉَ ู†َูَุฑٍ ุงู„ْุฌَู†َّุฉَ : ุตَุงู†ِุนَู‡ُ ูŠَุญْุชَุณِุจُ ูِู‰ ุตَู†ْุนَุชِู‡ِ ุงู„ْุฎَูŠْุฑَ ูˆَุงู„ุฑَّุงู…ِู‰َ ุจِู‡ِ ูˆَู…ُู†ْุจِู„َู‡ُ ูˆَุงุฑْู…ُูˆุง ูˆَุงุฑْูƒَุจُูˆุง ูˆَุฃَู†ْ ุชَุฑْู…ُูˆุง ุฃَุญَุจُّ ุฅِู„َู‰َّ ู…ِู†ْ ุฃَู†ْ ุชَุฑْูƒَุจُูˆุง ู„َูŠْุณَ ู…ِู†َ ุงู„ู„َّู‡ْูˆِ ุฅِู„ุงَّ ุซَู„ุงَุซٌ : ุชَุฃْุฏِูŠุจُ ุงู„ุฑَّุฌُู„ِ ูَุฑَุณَู‡ُ ูˆَู…ُู„ุงَุนَุจَุชُู‡ُ ุฃَู‡ْู„َู‡ُ ูˆَุฑَู…ْูŠُู‡ُ ุจِู‚َูˆْุณِู‡ِ ูˆَู†َุจْู„ِู‡ِ ูˆَู…َู†ْ ุชَุฑَูƒَ ุงู„ุฑَّู…ْู‰َ ุจَุนْุฏَ ู…َุง ุนَู„ِู…َู‡ُ ุฑَุบْุจَุฉً ุนَู†ْู‡ُ ูَุฅِู†َّู‡َุง ู†ِุนْู…َุฉٌ ุชَุฑَูƒَู‡َุง ». ุฃَูˆْ ู‚َุงู„َ : « ูƒَูَุฑَู‡َุง ».
Artinya:
Dari ‘Uqbah bin ‘Amr berkata: “Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda ‘Sesungguhnya Allah SWT akan memasukan tiga kelompok ke dalam Sorga karena sebab panah satu, yaitu pembuat panah yang mengharapkan kebaikan dari panah buatannya, pemanah dan pelontar anak panah, maka memanahlah dan naikilah (kuda) kalian semuanya, adapaun memanah lebih aku sukai dari pada naik kuda. Bukanlah suatu lahw kecuali pada tiga hal; Seorang yang mengajari kudanya, permainannya terhadap istrinya dan permainan busur dan anak panahnya, barang siapa meninggalkan olahraga panah setelah mempelajarinya karena benci maka (ketahuilah) bahwa sesungguhnya ia adalah suatu nikmat yang telah dia tinggalkan’ atau Nabi berkata ‘yang telah ia kufuri.’ (HR. Abu Daud)

Nah,  teman-teman,  itulah beberapa kiat-kiat Rasulullah SAW dalam menjaga kesehatan. Ternyata sederhana namun besar manfaatnya. Beberapa hal diatas juga sangat mudah dilakukan oleh kita,  bukan?  Jadi,  tunggu apa lagi?  Marilah hidup sehat dengan cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW. 
Sampai disini dulu perjumpaan kita. Semoga bermanfaat dan sampai bertemu lagi di artikel selanjutnya. 
W assalamu'alaikum Wr. Wb. 



12.13.2018

Tentang Ilmu yang Bermanfaat





Tentang Ilmu yang Bermanfaat

Assalamu'alaikum wr. wb.
Salam sejahtera bagi kita semua!

          Apa kabar teman-teman?  Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT Aamiin.
Ikhwan dan akhwat semuanya,  bagaimana nilai rapor kalian?  Pastinya membanggakan dong,  kita kan sudah berjuang maksimal di PAS kemarin.
          Bicara tentang nilai rapor,  kalian pasti ingin nilai yang terbaik bukan?
Kita pasti akan melakukan sesuatu yang menyebabkan nilai kita menjadi bagus. Kita rajin belajar,  rajin berdoa dan beribadah, menghormati guru,  mengumpulkan tugas tepat waktu, dan tak jarang dari kita yang mungkin melakukan hal yang kurang baik demi mendapatkan nilai yang bagus. Tapi,  yang seperti itu jangan dicontoh ya kawan.
Nah,  sekarang sebenarnya kenapa sih kalian ingin nilai yang terbaik? Karena ingin  mencapai cita-cita,  ingin kerja yang layak,  ingin jadi bos,  direktur,  dosen, atau sekedar ingin membanggakan orang tua?
          Sebenarnya,  inti dari tujuan kita belajar adalah satu,  yaitu mengamalkannya.  Apakah dengan mencapai cita-cita , berarti kita sudah mengamalkan ilmu yang kita miliki? Apa dengan seperti itu ilmu kita sudah tergolong ilmu yang bermanfaat?
Karena sejatinya ilmu kita akan  sia-sia jika tidak bermanfaat baik bagi diri sendiri,  orang lain,  Agama,  bangsa, maupun alam semesta.
          Di zaman sekarang,  banyak kasus yang membuktikan tidak bermanfaatnya ilmu yang sudah dimiliki seseorang. Banyak orang-orang yang pintar, ilmunya tinggi, hebat-hebat, tetapi justru tidak membawa kemaslahatan kepada orang lain, tidak membawa kemaslahatan kepada lingkungannya, tetapi justru sebaliknya, membawa kemafsadatan atau kerusakan yang lebih parah. Penipuan-penipuan yang berkedok ilmu semakin merajalela. Ilmunya hanya dijadikan alat untuk menjauh dari Allah.

Hal ini sesuai dengan sabda Nabi SAW :
ุฅู† ุฃุดุฏ ุงู„ู†ุงุณ ุนุฐุงุจุง ูŠูˆู… ุงู„ู‚ูŠุงู…ุฉ ุนุงู„ู… ู„ู… ูŠู†ูุนู‡ ุงู„ู„ู‡ ุจุนู„ู…ู‡
“Sesungguhnya manusia yang paling diadzab (disiksa) kelak pada hari Kiamat adalah orang alim (yang berilmu), tapi tidak mengamalkan (ilmunya tidak bermanfaat bagi orang lain & lingkungan nya)” (HR: Thabrani).

Nah,  ikhwan dan akhwat semuanya,  ternyata para pencari ilmu dibagi menjadi 3 kelompok loh,  berikut pembagiannya menurut Imam Al Ghazali* :

  1. Seseorang yang mencari ilmu, dengan ilmunya ia bertambah bekalnya menuju Akhirat, tidak ada maksud dalam Thalabul ilmi nya kecuali hanya menuju Dzat Allah dan kampung Akhirat yang kekal abadi. Ini adalah orang-orang yang bahagia dan selamat dunia dan akhirat.
  2. Seseorang yang mencari ilmu hanya untuk sebagai syarat supaya Ia enak hidup di dunianya saja, hanya untuk mendapatkan kemuliaan, pangkat dan jabatan serta harta benda. Ia mengerti akan tujuannya, ia paham hatinya mengatakan tidak benar tapi tetap saja menuruti hawa nafsunya. Dengan ilmunya, ia hanya mengeruk kekayaan untuk dirinya sendiri, merasa sombong dengan predikat kemuliaan yang ada di pundaknya. Ini adalah bagian dari orang-orang yang menempuh jalan tercela dan rusak di hadapan Allah (jalan yang tidak diridhai Allah).
  3. Seseorang yang hanya bisa bicara, pintar berkata-kata dengan segudang dalil dan ilmu, tetapi ia tidak melaksanakan, tidak melakukannya. Hanya bisa menyuruh orang lain, sedang dirinya tidak mengerjakan dan tidak memberi tauladan. Golongan ketiga ini, adalah golongan orang berilmu, tapi tidak mengamalkan ilmunya. Inilah yang disampaikan oleh Rasulullah SAW sebagai ciri-ciri dari ulama suu’ (ulama jelek). Na’udzu Billah!
*Disarikan dari Kitab Ihya’ Ulumiddin dan Bidayah al Bidayah karya Imam Abu Hamid Muhammad al Ghazali

Untuk mengetahui lebih lanjut,  simak ciri ciri orang yang ilmunya bermanfaat berikut ini: 

Imam Al-Ghazali dalam Bidayatul Hidayah menjelaskan secara rinci ciri-ciri ilmu yang bermanfaat dan tidak bermanfaat.
ูˆุงู„ุนู„ู… ุงู„ู†ุงูุน ู‡ูˆ ู…ุง ูŠุฒูŠุฏ ููŠ ุฎูˆููƒ ู…ู† ุงู„ู„ู‡ ุชุนุงู„ู‰، ูˆูŠุฒูŠุฏ ููŠ ุจุตูŠุฑุชูƒ ุจุนูŠูˆุจ ู†ูุณูƒ، ูˆูŠุฒูŠุฏ ููŠ ู…ุนุฑูุชูƒ ุจุนุจุงุฏุฉ ุฑุจูƒ، ูˆูŠู‚ู„ู„ ู…ู† ุฑุบุจุชูƒ ููŠ ุงู„ุฏู†ูŠุง، ูˆูŠุฒูŠุฏ ููŠ ุฑุบุจุชูƒ ููŠ ุงู„ุขุฎุฑุฉ، ูˆูŠูุชุญ ุจุตูŠุฑุชูƒ ุจุขูุงุช ุฃุนู…ุงู„ูƒ ุญุชู‰ ุชุญุชุฑุฒ ู…ู†ู‡ุง، ูˆูŠุทู„ุนูƒ ุนู„ู‰ ู…ูƒุงูŠุฏ ุงู„ุดูŠุทุงู† ูˆุบุฑูˆุฑู‡،
Artinya, “Ilmu yang bermanfaat adalah menambah rasa takutmu kepada Allah, menambah kebijaksanaanmu dengan aib-aib dirimu, menambah rasa makrifat dengan beribadah kepada Tuhanmu, serta meminimalisasi kecintaanmu terhadap dunia, dan menambah kecintaanmu kepada akhirat, membuka pandanganmu atas perbuatan jelekmu, hingga kaudapat menjaga diri dari hal itu, serta membebaskanmu dari tipu daya setan,” (Lihat Abu Hamid Muhammad Al-Ghazali, Bidayatul Hidayah, [Kairo: Maktabah Madbuli, 1993 M], halaman 38).

Dari penjelasan Al-Ghazali di atas, bisa diperinci bahwa ciri-ciri ilmu yang bermanfaat adalah sebagai berikut:
  • Menambah rasa takut kita kepada Allah SWT.
  • Kita semakin menyadari aib-aib yang telah kita lakukan.
  • Bertambahnya makrifat kita kepada Allah dengan semakin banyak beribadah kepada-Nya.
  • Berusaha untuk meminimalisasi cinta kita kepada dunia.
  • Menambah rindu dan cinta kita kepada amal akhirat.
  • Mengoreksi perbuatan-perbuatan kita yang tercela dan berusaha untuk menghindar dari perbuatan tersebut.
  • Selalu dijauhkan dari tipudaya setan. Imam al-Ghazali mengatakan bahwa karena tipu daya setan tersebut kita menjadi ulama su’ (ulama yang tercela). Akibat tipu daya setan tersebut, kita selalu menjadikan agama sebagai ladang mencari dunia, menjadikan ilmu sebagai alat untuk mendapatkan harta dari para pejabat, bahkan ada yang sampai memakan harta wakaf dan anak yatim hingga mengakibatkan waktu kita habis dengan angan-angan untuk mendapatkan dunia, pangkat, dan kedudukan. Na‘udzubillah min dzalik.
          Wah,  ternyata menjadikan ilmu kita bermanfaat bukan sekedar mengamalkannya melalui pekerjaan yang kita lakukan nanti, lebih dari itu ilmu yang bermanfaat adalah yang menyebabkan kebaikan bagi diri sendiri dan sekitarnya.  
Bahkan,  ilmu yang bermanfaat itu termasuk amal yang pahalanya tidak terputus bahkan ketika kita sudah meninggal lho, 
Rasulullah SAW bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bersabda:
ุฅِุฐَุง ู…َุงุชَ ุงุจْู†ُ ุขุฏَู…َ ุงู†ْู‚َุทَุนَ ุนَู…َู„ُู‡ُ ุฅِู„ุง ู…ِู†ْ ุซَู„ุงุซٍ : ุตَุฏَู‚َุฉٍ ุฌَุงุฑِูŠَุฉٍ ، ุฃَูˆْ ุนِู„ْู…ٍ ูŠُู†ْุชَูَุนُ ุจِู‡ِ ، ุฃَูˆْ ูˆَู„َุฏٍ ุตَุงู„ِุญٍ ูŠَุฏْุนُูˆ ู„َู‡ُ 
“Ketika seseorang telah meninggal dunia, maka terputuslah amalnya kecuali 3 (perkara) : shadaqah jariyah, ilmu yang bermanfaat, dan anak saleh yang berdoa baginya.”

          Lalu,  sudahkah ilmu kita termasuk ilmu yang bermanfaat? Alhamdulillah jika ilmu kita sudah menciptakan kebaikan bagi diri sendiri dan sekitarnya. Bagaimana jika mungkin, teman-teman merasa ilmunya belum dimanfaatkan secara maksimal?  Segera perbaiki, dan jangan lupa amalkan doa* ini ya,, 

ุงู„ู„َّู‡ُู…َّ ุฅِู†ِّูŠ ุฃَุนُูˆْุฐُุจِูƒَ ู…ِู†ْ ุนِู„ْู…ٍ ู„َุง ูŠَู†ْูَุนُ ูˆَู‚َู„ْุจٍ ู„ุง ูŠَุฎْุดَุนُ ูˆَุนَู…َู„ٍ ู„َุง ูŠُุฑْูَุนُ ูˆَุฏُุนَุงุกٍ ู„َุงูŠُุณْู…َุนُ 
Allรขhumma innรฎ a‘รปdzubika min ‘ilmin lรข yanfa‘ wa qalbin lรข yakhsya‘ wa ‘amalin lรข yurfa‘ wa du‘รขin lรข yusma‘

Artinya: “Ya Allah aku berlindung dari ilmu yang tidak bermanfaat, hati yang tidak khusyu', amal yang tidak diangkat (diterima), dan doa yang tidak didengar.”
*Dalam kitab Bidayah Al-Hidayah Imam al-Ghazali yang bersumber dari hadits Rasulullah Saw. 

Nah,  ikhwan dan akhwat,  sekian dulu artikel dari Rohis Exist Smada,  doakan kami agar lebih baik lagi kedepannya,  jangan lupa share.. Selalu semangat menebar kebaikan! 

Wassalamu'alaikum wr. wb. 

3.10.2018

PSP : 7 Indikator Kenikmatan Dunia

Assalamu'alaikum warahmatullahi wa barakatuh
Bagaimana kabar akhi wa ukhti sekalian? Semoga selalu dalam lindungan Allah yaa, Aamiiin. Alhamdulillah Pengajian Sabtu Pagi yang rutin dilaksanakan, istiqomah selalu. Nah pada artikel kali ini akan membahas isi dari PSP minggu ini yang diisi oleh Ibu Ratna. Mengenai "7 Indikator Kenikmatan Dunia"

Akhi wa ukhti sekalian. Siapa sih di dunia ini yang tidak ingin kenikmatan? Pasti semua ingin kenikmatan dunia pun akhirat. Memangnya apa itu Nikmat? Nikmat, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia artinya Kesenangan, Kelezatan, Keenakan. Waduuh, pokoknya apapun yang enak-enak itulah nikmat. Secara syar'i Nikmat bisa diartikan sebagai segala pemberian dari Allah yang patut kita syukuri. Pernah dikasih kenikmatan? Selalu dong, nggak pernah Allah membiarkan hambaNya tanpa kenikmatan. Maka dari itu kita patut bersyukur Alhamdulillah. Sudah bersyukurkah anda hari ini? :)

Lalu apa saja standar kita sebagai Muslim akan nikmat/kesenangan itu? Apakah dengan kita berhura-hura menghabiskan harta untuk bermain main dan berfoya foya adalah standar kenikmatan kita? Yang kita cari adalah kenikmatan dunia yang berujung akhirat. Jadi berdasarkan Hadits Riwayat Ibnu Abas, menurut Rasulullah shalallahu'alaihi wassalam ada 7 indikator kenikmatan dunia, yaitu :

1. Hati yang selalu bersyukur. Jika hati kita bersukur, kita akan melakukan segala aktifitas dengan tenang dan tidak akan stres. Sepadat apapun aktifitas kita, bersyukurlah "Alhamdulillah" maka  akan menghadirkan ketenangan hati dan obesi tidak terlalu tinggi. Niatkan karena Allah, supaya tidak hanya mendapat lelah tapi juga ilmu dan pahala.
2. Pasangan hidup yang shalih / shalihah. Karena akan selalu mengajak kepada kebaikan dan membuat hati menjadi tentram. Istri shalihah akan senantiasa sabar dan memotivasi dalam pelayanan terhadap suami. Suami yang sholeh akan memimpin keluarga kecilnya menjadi keluarga yang sakinah, mawadah, warahmah, Insya Allah. Maka kita harus memperbaiki diri kita dari sekarang, karena jodoh merupakan cerminan diri kita.
3. Anak yang shaleh dan shalehah. Anak merupakan harta yang sangat berharga. Rasulullah juga pernah bersabda yang artinya bahwa 3 amalan yang tidak akan putus yaitu Sedekah jariyah, Ilmu yang bermanfaat, dan Doa anak yang sholeh. Kita sebagai anak harus selalu birul walidain dan mendoakannya untuk menyenangkan hati orang tua kita. Karena pengorbanan kita merawat orang tua yang sudah renta tidak akan pernah setimpal dengan pengorbanan orang tua merawat kita dari bayi.
4. Lingkungan yang Kondusif. Tentu lingkungan yang baik, bersama orang-orang yang selalu mengajak kita kepada kebaikan adalah nikmat. Jika ingin memperoleh nikmat ini, maka mulai dari diri kita sendiri yang menciptakan lingkungan sholih.
5. Harta yang Halal. Sungguh kenikmatan dunia jika memperoleh harta dari jalan yang halal. Harta yang halal meskipun sedikit akan lebih berkah dan mententramkan hidup kita dibandingkan bergelimang harta dari cara yang haram. Allah SWT berfirman :

ุงู„َّุฐِูŠู†َ ูŠَุฃْูƒُู„ُูˆู†َ ุงู„ุฑِّุจَุง ู„َุง ูŠَู‚ُูˆู…ُูˆู†َ ุฅِู„َّุง ูƒَู…َุง ูŠَู‚ُูˆู…ُ ุงู„َّุฐِูŠ ูŠَุชَุฎَุจَّุทُู‡ُ ุงู„ุดَّูŠْุทَุงู†ُ ู…ِู†َ ุงู„ْู…َุณِّ ۚ ุฐَٰู„ِูƒَ ุจِุฃَู†َّู‡ُู…ْ ู‚َุงู„ُูˆุง ุฅِู†َّู…َุง ุงู„ْุจَูŠْุนُ ู…ِุซْู„ُ ุงู„ุฑِّุจَุง ۗ ูˆَุฃَุญَู„َّ ุงู„ู„َّู‡ُ ุงู„ْุจَูŠْุนَ ูˆَุญَุฑَّู…َ ุงู„ุฑِّุจَุง ۚ ูَู…َู†ْ ุฌَุงุกَู‡ُ ู…َูˆْุนِุธَุฉٌ ู…ِู†ْ ุฑَุจِّู‡ِ ูَุงู†ْุชَู‡َู‰ٰ ูَู„َู‡ُ ู…َุง ุณَู„َูَ ูˆَุฃَู…ْุฑُู‡ُ ุฅِู„َู‰ ุงู„ู„َّู‡ِ ۖ ูˆَู…َู†ْ ุนَุงุฏَ ูَุฃُูˆู„َٰุฆِูƒَ ุฃَุตْุญَุงุจُ ุงู„ู†َّุงุฑِ ۖ ู‡ُู…ْ ูِูŠู‡َุง ุฎَุงู„ِุฏُูˆู†َ


Artinya : Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan syaitan lantaran (tekanan) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba, padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya. (Q. S. Al Baqarah ayat 275)
Jadi sudah tahu kan mana harta yang halal maupun haram. Semoga kita terhindar dari perkara yang haram.
6. Semangat Memahami Pengetahuan Agama Islam. Menuntut ilmu Agama hukumnya wajib. Belajar ilmu agama bisa dari mana saja. Apalagi dengan perkembangan IPTEK yang semakin maju, Tholabul'ilmi semakin mudah. Eits, tapi harus jelas sumbernya yaa. Yang terpenting dari menuntut ilmu agama adalah bukan hanya main dalil dan teori, tetapi prakteknya dalam kehidupan sehari-hari. Ya iyalah, Allah dan RasulNya kan sudah menunjukan jalan yang benar untuk kehidupan kita, maka harus dipraktekan.
7. Umur yang Berkah. Maksudnya bukan umur yang panjang, percuma saja umur yang panjang tetapi tidak berkah, tidak akan nikmat. Umur yang berkah adalah selama kita hidup, selama kita masih diberi umur, melakukan segala aktifitas yang bermanfaat. Karena sebaik-baik manusia adalah yang bermanfaat bagi manusia lain. Kita hidup tidak asal hidup, jadikan kehidupan kita berarti bagi orang lain, hal itu akan menjadikan hidup kita terasa nikmat.

Itulah pemaparan mengenai 7 Indikator Kenikmatan Dunia yang insyaallah akan mengantarkan kita kepada kebahagiaan akhirat juga. Semoga kita semua diberi kemudahan oleh Allah untuk dapat mengamalkan hal-hal yang tersebut diatas. Supaya hidup kita tenang dan nikmat karena Allah. Yuk mengamalkan. Bagikan bila kiranya bermanfaat yaa, insyaallah akan menambah pahala juga. Semangat Istiqomah Akhi wa Ukhti sekalian ^_^
Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh

12.27.2017

Lomba Pelajar SMP/Mts se eks karesidenan Banyumas, Tegal, Brebes | PECETIKAH X


Bismillahirrohmanirrohim

Assalamu'alaikum wr wb

Kami dari Rohis SMA Negeri 2 Purwokerto masa khidmat 2017/2018 insyaAlloh akan mengadakan lomba Pildarem, Cerdas cermat islam, Tilawah, Kaligrafi, dan Hadroh (PECETIKAH) untuk smp/mts/sederajat se-eks karesidenan Banyumas, Tegal, dan Brebes yang ke X dengan tema

9.06.2012

Perayaan Ulang Tahun Menurut Islam


Ada hari yang dirasa spesial bagi kebanyakan orang. Hari yang mengajak untuk melempar jauh ingatan ke belakang, ketika saat ia dilahirkan ke muka bumi, atau ketika masih dalam buaian dan saat-saat masih bermain dengan ceria menikmati masa kecil. Ketika hari itu datang, manusia pun kembali mengangkat jemarinya, untuk menghitung kembali tahun-tahun yang telah dilaluinya di dunia. Ya, hari itu disebut dengan hari ulang tahun.
Nah sekarang, pertanyaan yang hendak kita cari tahu jawabannya adalah: bagaimana sikap yang Islami menghadapi hari ulang tahun?
Jika hari ulang tahun dihadapi dengan melakukan perayaan, baik berupa acara pesta, atau makan besar, atau syukuran, dan semacamnya maka kita bagi dalam dua kemungkinan.
Kemungkinan pertama, perayaan tersebut dimaksudkan dalam rangka ibadah. Misalnya dimaksudkan sebagai ritualisasi rasa syukur, atau misalnya dengan acara tertentu yang di dalam ada doa-doa atau bacaan dzikir-dzikir tertentu. Atau juga dengan ritual seperti mandi kembang 7 rupa ataupun mandi dengan air biasa namun dengan keyakinan hal tersebut sebagai pembersih dosa-dosa yang telah lalu. Jika demikian maka perayaan ini masuk dalam pembicaraan masalah bid’ah. Karena syukur, doa, dzikir, istighfar (pembersihan dosa), adalah bentuk-bentuk ibadah dan ibadah tidak boleh dibuat-buat sendiri bentuk ritualnya karena merupakan hak paten Allah dan Rasul-Nya. Sehingga kemungkinan pertama ini merupakan bentuk yang dilarang dalam agama, karena Rasul kita Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
ู…َู†ْ ุนَู…ِู„َ ุนَู…َู„ุงً ู„َูŠْุณَ ุนَู„َูŠْู‡ِ ุฃَู…ْุฑُู†َุง ูَู‡ُูˆَ ุฑَุฏٌّ
Orang yang melakukan ritual amal ibadah yang bukan berasal dari kami, maka amalnya tersebut tertolak” [HR. Bukhari-Muslim]
Perlu diketahui juga, bahwa orang yang membuat-buat ritual ibadah baru, bukan hanya tertolak amalannya, namun ia juga mendapat dosa, karena perbuatan tersebut dicela oleh Allah. Sebagaimana hadits,
ุฃَู†َุง ูَุฑَุทُูƒُู…ْ ุนَู„َู‰ ุงู„ْุญَูˆْุถِ ، ู„َูŠُุฑْูَุนَู†َّ ุฅِู„َู‰َّ ุฑِุฌَุงู„ٌ ู…ِู†ْูƒُู…ْ ุญَุชَّู‰ ุฅِุฐَุง ุฃَู‡ْูˆَูŠْุชُ ู„ุฃُู†َุงูˆِู„َู‡ُู…ُ ุงุฎْุชُู„ِุฌُูˆุง ุฏُูˆู†ِู‰ ูَุฃَู‚ُูˆู„ُ ุฃَู‰ْ ุฑَุจِّ ุฃَุตْุญَุงุจِู‰ . ูŠَู‚ُูˆู„ُ ู„ุงَ ุชَุฏْุฑِู‰ ู…َุง ุฃَุญْุฏَุซُูˆุง ุจَุนْุฏَูƒَ
Aku akan mendahului kalian di al haudh (telaga). Dinampakkan di hadapanku beberapa orang di antara kalian. Ketika aku akan mengambilkan (minuman) untuk mereka dari al haudh, mereka dijauhkan dariku. Aku lantas berkata, ‘Wahai Rabbku, ini adalah umatku.’ Lalu Allah berfirman, ‘Engkau sebenarnya tidak mengetahui bid’ah yang mereka buat sesudahmu.’ “ (HR. Bukhari no. 7049)
Kemungkinan kedua, perayaan ulang tahun ini dimaksudkan tidak dalam rangka ibadah, melainkan hanya tradisi, kebiasaan, adat atau mungkin sekedar have fun. Bila demikian, sebelumnya perlu diketahui bahwa dalam Islam, hari yang dirayakan secara berulang disebut Ied, misalnya Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat merupakan hari Ied dalam Islam. Dan perlu diketahui juga bahwa setiap kaum memiliki Ied masing-masing. Maka Islam pun memiliki Ied sendiri. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda,
ุฅู† ู„ูƒู„ ู‚ูˆู… ุนูŠุฏุง ูˆู‡ุฐุง ุนูŠุฏู†ุง
Setiap kaum memiliki Ied, dan hari ini (Iedul Fitri) adalah Ied kita (kaum Muslimin)” [HR. Bukhari-Muslim]
Kemudian, Ied milik kaum muslimin telah ditetapkan oleh Allah dan Rasul-Nya hanya ada 3 saja, yaitu Iedul Fitri, Iedul Adha, juga hari Jumat. Nah, jika kita mengadakan hari perayaan tahunan yang tidak termasuk dalam 3 macam tersebut, maka Ied milik kaum manakah yang kita rayakan tersebut? Yang pasti bukan milik kaum muslimin.
Padahal Rasulullah Shallallahu’alaihi Wa sallam bersabda,
ู…ู† ุชุดุจู‡ ุจู‚ูˆู… ูู‡ูˆ ู…ู†ู‡ู…
Orang yang meniru suatu kaum, ia seolah adalah bagian dari kaum tersebut” [HR. Abu Dawud, disahihkan oleh Ibnu Hibban]
Maka orang yang merayakan Ied yang selain Ied milik kaum Muslimin seolah ia bukan bagian dari kaum Muslimin. Namun hadits ini tentunya bukan berarti orang yang berbuat demikian pasti keluar dari statusnya sebagai Muslim, namun minimal mengurangi kadar keislaman pada dirinya. Karena seorang Muslim yang sejati, tentu ia akan menjauhi hal tersebut. Bahkan Allah Ta’ala menyebutkan ciri hamba Allah yang sejati (Ibaadurrahman) salah satunya,
ูˆุงู„ุฐูŠู† ู„ุง ูŠุดู‡ุฏูˆู† ุงู„ุฒูˆุฑ ูˆุฅุฐุง ู…ุฑูˆุง ุจุงู„ู„ุบูˆ ู…ุฑูˆุง ูƒุฑุงู…ุง
Yaitu orang yang tidak ikut menyaksikan Az Zuur dan bila melewatinya ia berjalan dengan wibawa” [QS. Al Furqan: 72]
Rabi’ bin Anas dan Mujahid menafsirkan Az Zuur pada ayat di atas adalah perayaan milik kaum musyrikin. Sedangkan Ikrimah menafsirkan Az Zuur dengan permainan-permainan yang dilakukan adakan di masa Jahiliyah.
Jika ada yang berkata “Ada masalah apa dengan perayaan kaum musyrikin? Toh tidak berbahaya jika kita mengikutinya”. Jawabnya, seorang muslim yang yakin bahwa hanya Allah lah sesembahan yang berhak disembah, sepatutnya ia membenci setiap penyembahan kepada selain Allah dan penganutnya. Salah satu yang wajib dibenci adalah kebiasaan dan tradisi mereka, ini tercakup dalam ayat,
ู„َุง ุชَุฌِุฏُ ู‚َูˆْู…ًุง ูŠُุคْู…ِู†ُูˆู†َ ุจِุงู„ู„َّู‡ِ ูˆَุงู„ْูŠَูˆْู…ِ ุงู„ْุขุฎِุฑِ ูŠُูˆَุงุฏُّูˆู†َ ู…َู†ْ ุญَุงุฏَّ ุงู„ู„َّู‡َ ูˆَุฑَุณُูˆู„َู‡ُ
Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya” [QS. Al Mujadalah: 22]
Kemudian Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin -rahimahllah- menjelaskan : “Panjang umur bagi seseorang tidak selalu berbuah baik, kecuali kalau dihabiskan dalam menggapai keridhaan Allah dan ketaatanNya. Sebaik-baik orang adalah orang yang panjang umurnya dan baik amalannya. Sementara orang yang paling buruk adalah manusia yang panjang umurnya dan buruk amalannya.
Karena itulah, sebagian ulama tidak menyukai do’a agar dikaruniakan umur panjang secara mutlak. Mereka kurang setuju dengan ungkapan : “Semoga Allah memanjangkan umurmu” kecuali dengan keterangan “Dalam ketaatanNya” atau “Dalam kebaikan” atau kalimat yang serupa. Alasannya umur panjang kadang kala tidak baik bagi yang bersangkutan, karena umur yang panjang jika disertai dengan amalan yang buruk -semoga Allah menjauhkan kita darinya- hanya akan membawa keburukan baginya, serta menambah siksaan dan malapetaka” [Dinukil dari terjemah Fatawa Manarul Islam 1/43, di almanhaj.or.id]
Jika demikian, sikap yang Islami dalam menghadapi hari ulang tahun adalah: tidak mengadakan perayaan khusus, biasa-biasa saja dan berwibawa dalam menghindari perayaan semacam itu. Mensyukuri nikmat Allah berupa kesehatan, kehidupan, usia yang panjang, sepatutnya dilakukan setiap saat bukan setiap tahun. Dan tidak perlu dilakukan dengan ritual atau acara khusus, Allah Maha Mengetahui yang nampak dan yang tersembunyi di dalam dada. Demikian juga refleksi diri, mengoreksi apa yang kurang dan apa yang perlu ditingkatkan dari diri kita selayaknya menjadi renungan harian setiap muslim, bukan renungan tahunan.
Wallahu’alam.
Sumber: http://www.almanhaj.or.id/content/1584/slash/0 dan http://www.saaid.net/Doat/alarbi/6.htm

6.23.2011

Pacaran menurut Islam

Bagaimana pandangan Ibnu Qoyyim tentang hal ini ? Kata Ibnu Qoyyim, ” Hubungan intim tanpa pernikahan adalah haram dan merusak cinta. Malah, cinta diantara keduanya akan berakhir dengan sikap saling membenci dan bermusuhan. Karena bila keduanya telah merasakan kenikmatan dan cita rasa cinta, tidak boleh tidak akan timbul keinginan lain yang tidak diperoleh sebelumnya. “

” Bohong !” Itulah pandangan mereka guna membela hawa nafsunya yang dimurkai Allah, yakni berpacaran. Karena mereka telah tersosialisasi dengan keadaan seperti ini, seolah-olah mengharuskan adanya pacaran dengan bercintaan secara haram. Bahkan lebih dari itu mereka berani mengikrarkan, bahwa cinta yang dilahirkan bersama dengan sang pacar adalah cinta suci dan bukan cinta birahi. Hal ini didengung-dengungkan, dipublikasikan dalam segala bentuk media, entah cetak maupun elektronika. Entah yang legal maupun ilegal. Padahal yang diistilahkan kesucian dalam islam adalah bukanlah semata-mata kepemudaan, kegadisan dan selaput dara saja. Lebih dari itu, kesucian mata, telinga, hidung, tangan dan sekujur anggota tubuh, bahkan kesucian hati wajib dijaga. Zinanya mata adalah berpandangan dengan lawan jenis yang bukan muhrimnya, zinanya hati adalah membayangkan dan menghayal, zinannya tangan adalah menyentuh tubuh wanita yang bukan muhrim. Dan pacaran adalah refleksi hubungan intim, dan merupakan ring empuk untuk memberi kesempatan terjadinya segala macam zina ini.

Rasulullah bersabda,

” Telah tertulis atas anak adam nasibnya dari hal zina. Akan bertemu dalam hidupnya, tak dapat tidak. Zinanya mata adalah melihat, zina telinga adalah mendengar, zina lidah adalah berkata, zina tangan adalah menyentuh, zina kaki adalah berjalan, zina hati adalah ingin dan berangan-angan. Dibenarkan hal ini oleh kelaminnya atau didustakannya.”

Jika kita sejenak mau introspeksi diri dan mengkaji hadist ini dengan kepala dingin maka dapat dipastikan bahwa segala macam bentuk zina terjadi karena motivasi yang tinggi dari rasa tak pernah puas sebagai watak khas makhluk yang bernama manusia. Dan kapan saja, diman saja, perasaan tak pernah puas itu selalu memegang peranan. Seperti halnya dalam berpacaran ini. Pacaran adalah sebuah proses ketidakpuasan yang terus berlanjut untuk sebuah pembuktian cinta. Kita lihat secara umum tahapan dalam pacaran.

Perjumpaan pertama, yaitu perjumpan keduanya yang belum saling kenal. Kemudian berkenalan baik melalui perantara teman atau inisiatif sendiri. hasrat ingin berkenalan ini begitu menggebu karena dirasakan ada sifat2 yang menjadi sebab keduanya merasakan getaran yang lain dalam dada. Hubungan pun berlanjut, penilaian terhadap sang kenalan terasa begitu manis, pertama ia nilai dengan daya tarik fisik dan penampilannya, mata sebagai juri. Senyum pun mengiringi, kemudian tertegun akhirnya , akhirnya jantung berdebar, dan hati rindu menggelora. Pertanyaan yang timbul kemudaian adalah kata-kata pujian, kemudian ia tuliskan dalam buku diary, “Akankah ia mencintaiku.” Bila bertemu ia akan pandang berlama-lama, ia akan puaskan rasa rindu dalam dadanya.

Pengungkapan diri dan pertalian, disinilah tahap ucapan I Love You, “Aku mencintaimu”. Si Juliet akan sebagai penjual akan menawarkan cintanya dengan rasa malu, dan sang Romeo akan membelinya dengan, “I Love You”. Jika Juliet diam dengan tersipu dan tertunduk malu, maka sang Romeo pun telah cukup mengerti dengan sikap itu. Kesepakatan pun dibuat, ada ijin sang romeo untuk datang kerumah, “Apel Mingguan atau Wakuncar “. Kapan pun sang Romeo pengin datang maka pintu pun terbuka dan di sinilah mereka akan menumpahkan perasaan masing-masing, persoalanmu menjadi persoalannya, sedihmu menjadi sedihnya, sukamu menjadi riangnya, hatimu menjadi hatinya, bahkan jiwamu menjadi hidupnya. Sepakat pengin terus bersama, berjanji sehidup semati, berjanji sampai rumah tangga. Asyik dan syahdu.

Pembuktian, inilah sebuah pengungkapan diri, rasa cinta yang menggelora pada sang kekasih seakan tak mampu untuk menolak ajakan sang kekasih. ” buktikan cintamu sayangku”. Hal ini menjadikan perasaan masing-masing saling ketergantungan untuk memenuhi kebutuhan diantara keduanya. Bila sudah seperti ini ajakan ciuman bahkan bersenggama pun sulit untuk ditolak. Na’udzubillah

Begitulah akhirnya mereka berdua telah terjerumus dalam nafsu syahwat, tali-tali iblis telah mengikat. Mereka jadi terbiasa jalan berdua bergandengan tangan, canda gurau dengan cubit sayang, senyum tawa sambil bergelayutan, dan cium sayang melepas abang. Kunjungan kesatu, kedua, ketiga, keseratus, keseribu, dan yang tinggal sekarang adalah suasana usang, bosan, dan menjenuhkan percintaan . Segalanya telah diberikan sang juliet, Juliet pun menuntut sang Romeo bertanggung jawab ? Ternyata sang romeo pergi tanpa pesan walaupun datang dengan kesan. Sungguh malang nasib Juliet.

Wahai para Muslimah sadarlah akan lamunan kalian , bayang-bayang cinta yang suci, bukanlah dengan pacaran , cobalah pikirkan buat kamu muslimah yang masih bergelimang dengan pacaran atau kalian wahai pemuda yang suka gonta-ganti pacar. Cobalah jawab dengan hati jujur pertanyaan-pertanyaan berikut dan renungkan ! Kami tanya :

Apakah kamu dapat berlaku jujur tentang hal adegan yang pernah kamu kamu lakukan waktu pacaran dengan si A,B,C s/d Z kepada calon pasangan yang akan menjadi istri atau suami kamu yang sesungguhnya ? Kalau tidak kenapa kamu berani mengatakan, pacaran merupakan suatu bentuk pengenalan kepribadian antara dua insan yang saling jatuh cinta dengan dilandasi sikap saling percaya ? Sedangkan kenapa kepada calon pasangan hidup kamu yang sesungguhnya kamu berdusta ? Bukankah sikap keterbukaan merupakan salah satu kunci terbinanya keluarga sakinah?

Mengapa kamu pusing tujuh keliling untuk memutuskan seseorang menjadi pendamping hidupmu ? Apakah kamu takut mendapat pendamping yang setelah sekian kali pindah tangan ? ” Aku ingin calon pendamping yang baik-baik” Kamu katakan seperti ini tapi mengapa kamu begitu gemar pacaran, hingga melahirkan korban baru yang siap pindah tangan dengan kondisi ” Aku bukan calon pendamping yang baik” , bekas dari tanganmu, sungguh bekas tanganmu ?

Jika kamu disuruh memilih diantara dua calon pasangan hidup kamu antara yang satu pernah pacaran dan yang satu begitu teguh memegang syari’at agama, yang mana yang akan kamu pilih ? Tentu yang teguh dalam memegangi agama, ya Khan ? Tapi kenapa kamu berpacaran dengan yang lain sementara kamu menginginkan pendamping yang bersih ?

Bagaimana perasaan kamu jika mengetahui istri/ suami kamu sekarang punya nostalgia berpacaran yang sampai terjadi tidak suci lagi ? Tentu kecewa bukan kepalang. Tetapi mengapa sekarang kamu melakukan itu kepada orang yang itu akan menjadi pendamping hidup orang lain ?

Kalaupun istri/suami kamu sekarang mau membuka mulut tentang nostalgia berpacaran sebelum menikah dengan kamu. Apakah kamu percaya jika dia bilang kala itu kami berdua hanya bicara biasa-biasa saja dan tidak saling bersentuhan tangan ? Kalau tidak kenapa ketika pacaran bersentuhan tangan dan berciuman kamu bilang sebagai bumbu penyedap ?

Jika kamu nantinya sudah punya anak apakah rela punya anak yang telah ternoda ? Kalau tidak kenapa kamu tega menyeret Ortu kamu ke dalam neraka Api Allah ? Kamu tuntut mereka di hadapan Allah karena tidak melarang kamu berpacaran dan tidak menganjurkan kamu untuk segera menikah.

Karena itu wahai muslimah dan kalian para pemuda kembalilah ke fitrah semula. Fitrah yang telah menjadi sunattullah, tidak satupun yang lari daripadanya melainkan akan binasa dan hancur.http://www.blogger.com/img/blank.gif


Adapted from : www.dudung.net

6.21.2011

Hukum Merokok dalam Islam

Penulis: Fatwa al Lajnah ad Daimah li al Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al If

SIKAP ISLAM TERHADAP ROKOK

Sesungguhnya Allah ta’ala mengutus Nabi Muhammad dengan petunjuk-Nya dan agama yang hak, untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya dan membersihkan serta mensucikan hati mereka dari kotoran kekufuran dan kefasikan dan membebaskan mereka dari belenggu penghambaan kepada selain Allah ta’ala.

Dia (Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam) membersihkan manusia dari kesyirikan dan kehinaan kepada selain Allah dan memerintahkannya untuk beribadah hanya kepada Allah semata dengan merendahkan diri dan mencintai-Nya dan meminta serta memohon kepada-Nya dengan penuh harap dan takut.

Dia juga mensucikan manusia dari setiap kebusukan maksiat dan perbuatan dosa, maka dia melarang manusia atas setiap perbuatan keji dan buruk yang dapat merusak hati seorang hamba dan mematikan cahayanya dan agar menghiasinya dengan akhlak mulia dan budi perkerti luhur serta pergaulan yang baik untuk membentuk pribadi muslim yang sempurna. Maka dari itu dia menghalalkan setiap sesuatu yang baik dan mengharamkan setiap yang keji, baik makanan, minuman, pakaian, pernikahan dan lainnya.

Termasuk yang diharamkan karena dapat menghilangkan kesucian adalah merokok, karena berbahaya bagi fisik dan mengdatangkan bau yang tidak sedap, sedangkan Islam adalah (agama) yang baik, tidak memerintahkan kecuali yang baik. Seyogyanya bagi seorang muslim untuk menjadi orang yang baik, karena sesuatu yang baik hanya layak untuk orang yang baik, dan Allah ta’ala adalah Maha Baik tidak menerima kecuali yang baik.

Berikut akan kami kemukakan beberapa fatwa dari para ulama terkemuka tentang hukum rokok : “Merokok hukumnya haram, begitu juga memperdagangkannya. Karena didalamnya terdapat sesuatu yang membahayakan, telah diriwayatkan dalam sebuah hadits :
ู„ุงَ ุถَุฑَุฑَ ูˆَู„ุงَ ุถِุฑَุงุฑَ ุฃุฎุฑุฌู‡ ุงู„ุฅู…ุงู… ุฃุญู…ุฏ ููŠ ุงู„ู…ุณู†ุฏ ูˆู…ุงู„ูƒ ููŠ ุงู„ู…ูˆุทุฃ ูˆุงุจู† ู…ุงุฌุฉ
“ Tidak (boleh melakukan/menggunakan sesuatu yang) berbahaya atau membahayakan” (Riwayat Ahmad dalam Musnadnya, Malik dan Atturmuzi)

Demikian juga (rokok diharamkan) karena termasuk sesuatu yang buruk (khabaits), sedangkan Allah ta’ala (ketika menerangkan sifat nabi-Nya Shalallahu 'alaihi wassalam) berfirman: “...dia menghalalkan bagi mereka yang baik dan mengharamkan yang buruk“ (Al A’raf : 157)

Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi Arabia.
Ketua: Abdul Aziz bin Baz
Wakil Ketua: Abdurrazzak Afifi.
Anggota: Abdullah bin Ghudayyan –
Abdullah bin Quud.

“Merokok diharamkan, begitu juga halnya dengan Syisyah, dalilnya adalah firman Allah ta’ala: “Jangan kalian bunuh diri kalian sendiri, sesungguhnya Allah maha penyayang terhadap diri kalian “ (An-Nisa : 29)


“ Jangan kalian lemparkan diri kalian dalam kehancuran” (Al-Baqarah : 195)

Dunia kedokteran telah membuktikan bahwa mengkonsumsi barang ini dapat membahayakan, jika membahayakan maka hukumnya haram. Dalil lainnya adalah firman Allah ta’ala:
(ูˆَู„ุงَ ุชُุคْุชُูˆุง ุงู„ุณُّูَู‡َุงุกَ ุฃَู…ْูˆَุงู„َูƒُู…ْ ุงู„َّุชِู‰ ุฌَุนَู„َ ุงู„ู„ู‡ُ ู„َูƒُู…ْ ู‚ِูŠَุงู…ًุง ( ุงู„ู†ุณุงุก : 5

“ Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan..” (An Nisa:5)
Kita dilarang menyerahkan harta kita kepada mereka yang tidak sempurna akalnya karena pemborosan yang mereka lakukan. Tidak diragukan lagi bahwa mengeluarkan harta untuk membeli rokok atau syisyah merupakan pemborosan dan merusak bagi dirinya, maka berdasarkan ayat ini hal tersebut dilarang.

Sunnah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam juga menunjukkan pelarangan terhadap pengeluaran harta yang sia-sia, dan mengeluarkan harta untuk hal ini (rokok dan syisyah) termasuk menyia-nyiakan harta. Rasulullah e bersabda:
{ ู„ุงَ ุถَุฑَุฑَ ูˆَู„ุงَ ุถِุฑَุงุฑَ }

Syekh Muhammad bin Sholeh bin ‘Utsaimin
Anggota Lembaga Majlis Ulama Kerajaan Saudi Arabia


“Telah dikeluarkan sebuah fatwa dengan nomor: 1407, tanggal 9/11/1396H, dari Panitia Tetap Lembaga Riset Ilmiah dan Fatwa di Riyadh, sebagai berikut: “Tidak dihalalkan memperdagangkan rokok dan segala sesuatu yang diharamkam karena dia termasuk sesuatu yang buruk dan mendatangkan bahaya pada tubuh, rohani dan harta.

Jika seseorang hendak mengeluarkan hartanya untuk pergi haji atau menginfakkannya pada jalan kebaikan, maka dia harus berusaha membersihkan hartanya untuk dia keluarkan untuk beribadah haji atau diinfakkan kepada jalan kebaikan, berdasarkan umumnya firman Allah ta’ala:
ูŠَุง ุฃَูŠُّู‡َุง ุงู„َّุฐِูŠْู†َ ุขู…َู†ُูˆุง ุฃَู†ْูِู‚ُูˆุง ู…ِู†ْ ุทَูŠِّุจَุงุชِ ู…َุง ูƒَุณَุจْุชُู…ِ ูˆَู…ِู…َّุง ุฃَุฎْุฑَุฌْู†َุง ู„َูƒُู…ْ ู…ِู†َ ุงْู„ุฃَุฑْุถِ ูˆَู„ุงَ ุชَูŠَู…َّู…ُูˆุง ุงู„ْุฎَุจِูŠْุซَ ู…ِู†ْู‡ُ ุชُู†ْูِู‚ُูˆْู†َ ูˆَู„َุณْุชُู…ْ ุจِุขุฎِุฐِูŠْู‡ِ ุฅِู„ุงَّ ุฃَู†ْ ุชُุบْู…ِุถُูˆุง ูِูŠْู‡ِ (ุฃู„ุจู‚ุฑุฉ:267
“ Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (dijalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, http://www.blogger.com/img/blank.gifpadahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata darinya “ (Al Baqarah: 267)

Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam bersabda: “ Sesungguhnya Allah Maha Baik, tidak akan menerima kecuali yang baik “ (al Hadits)
ูˆุจุงู„ู„ู‡ ุงู„ุชูˆููŠู‚ ูˆุตู„ู‰ ุงู„ู„ู‡ ุนู„ู‰ ู†ุจูŠู†ุง ู…ุญู…ุฏ ูˆุขู„ู‡ ูˆุตุญุจู‡ ูˆุณู„ู…

(Dinukil dari terjemahan ุนููˆุงً ู…ู…ู†ูˆุน ุงู„ุชุฏุฎูŠู† Maaf, dilarang MEROKOK oleh Thalal bin Sa'ad Al 'Utaibi)

Sumber : http://www.salafy.or.id/print.php?id_artikel=427

6.13.2011

Ikhlas Dalam Beramal

Diriwayatkan dari Amir al-Mukminin (pemimpin kaum beriman) Abu Hafsh Umar bin al-Khattab radhiyallahu’anhu beliau mengatakan: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ุฅู†ู…ุง ุงู„ุฃุนู…ุงู„ ุจุงู„ู†ูŠุงุช ูˆุฅู†ู…ุง ู„ูƒู„ ุงู…ุฑุฆ ู…ุงู†ูˆูŠ . ูู…ู† ูƒุงู†ุช ู‡ุฌุฑุชู‡ ุงู„ูŠ ุงู„ู„ู‡ ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ูู‡ุฌุฑุชู‡ ุงู„ูŠ ุงู„ู„ู‡ ูˆุฑุณูˆู„ู‡ ูˆู…ู† ูƒุงู†ุช ู‡ุฌุฑุชู‡ ู„ุฏู†ูŠุง ูŠุตูŠุจู‡ุง ุฃูˆ ุงู…ุฑุฃุฉ ูŠู†ูƒุญู‡ุง ูู‡ุฌุฑุชู‡ ุฅู„ูŠ ู…ุง ู‡ุงุฌุฑ ุฅู„ูŠู‡

“Sesungguhnya setiap amalan harus disertai dengan niat. Setiap orang hanya akan mendapatkan balasan tergantung pada niatnya. Barangsiapa yang hijrah karena cinta kepada Allah dan Rasul-Nya maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang hijrahnya karena menginginkan perkara dunia atau karena wanita yang ingin dinikahinya, maka hijrahnya (hanya) mendapatkan apa yang dia inginkan.” (HR. Bukhari [Kitab Bad'i al-Wahyi, hadits no. 1, Kitab al-Aiman wa an-Nudzur, hadits no. 6689] dan Muslim [Kitab al-Imarah, hadits no. 1907])

Faedah Hadits

Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa niat merupakan timbangan penentu kesahihan amal. Apabila niatnya baik, maka amal menjadi baik. Apabila niatnya jelek, amalnya pun menjadi jelek (Syarh Arba’in li an-Nawawi, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 26).

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah mengatakan, “Bukhari mengawali kitab Sahihnya [Sahih Bukhari] dengan hadits ini dan dia menempatkannya laiknya sebuah khutbah [pembuka] untuk kitab itu. Dengan hal itu seolah-olah dia ingin menyatakan bahwa segala amal yang dilakukan tidak ikhlas karena ingin mencari wajah Allah maka amal itu akan sia-sia, tidak ada hasilnya baik di dunia maupun di akhirat.” (Jami’ al-’Ulum, hal. 13)

Ibnu as-Sam’ani rahimahullah mengatakan, “Hadits tersebut memberikan faedah bahwa amal-amal non ibadat tidak akan bisa membuahkan pahala kecuali apabila pelakunya meniatkan hal itu dalam rangka mendekatkan diri [kepada Allah]. Seperti contohnya; makan -bisa mendatangkan pahala- apabila diniatkan untuk memperkuat tubuh dalam melaksanakan ketaatan.” (Sebagaimana dinukil oleh al-Hafizh Ibnu Hajar di dalam Fath al-Bari [1/17]. Lihat penjelasan serupa dalam al-Wajiz fi Idhah Qawa’id al-Fiqh al-Kulliyah, hal. 129, ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 39-40)

Ibnu Hajar rahimahullah menerangkan, hadits ini juga merupakan dalil yang menunjukkan tidak bolehnya melakukan suatu amalan sebelum mengetahui hukumnya. Sebab di dalamnya ditegaskan bahwa amalan tidak akan dinilai jika tidak disertai niat [yang benar]. Sementara niat [yang benar] untuk melakukan sesuatu tidak akan benar kecuali setelah mengetahui hukumnya (Fath al-Bari [1/22]).

Macam-Macam Niat

Istilah niat meliputi dua hal; menyengaja melakukan suatu amalan [niyat al-'amal] dan memaksudkan amal itu untuk tujuan tertentu [niyat al-ma'mul lahu].

Yang dimaksud niyatu al-’amal adalah hendaknya ketika melakukan suatu amal, seseorang menentukan niatnya terlebih dulu untuk membedakan antara satu jenis perbuatan dengan perbuatan yang lain. Misalnya mandi, harus dipertegas di dalam hatinya apakah niatnya untuk mandi biasa ataukah mandi besar. Dengan niat semacam ini akan terbedakan antara perbuatan ibadat dan non-ibadat/adat. Demikian juga, akan terbedakan antara jenis ibadah yang satu dengan jenis ibadah lainnya. Misalnya, ketika mengerjakan shalat [2 raka'at] harus dibedakan di dalam hati antara shalat wajib dengan yang sunnah. Inilah makna niat yang sering disebut dalam kitab-kitab fikih.

Sedangkan niyat al-ma’mul lahu maksudnya adalah hendaknya ketika beramal tidak memiliki tujuan lain kecuali dalam rangka mencari keridhaan Allah, mengharap pahala, dan terdorong oleh kekhawatiran akan hukuman-Nya. Dengan kata lain, amal itu harus ikhlas. Inilah maksud kata niat yang sering disebut dalam kitab aqidah atau penyucian jiwa yang ditulis oleh banyak ulama salaf dan disabdakan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Di dalam al-Qur’an, niat semacam ini diungkapkan dengan kata-kata iradah (menghendaki) atau ibtigha’ (mencari). (Diringkas dari keterangan Syaikh as-Sa’di dalam Bahjat al-Qulub al-Abrar, sebagaimana tercantum dalam ad-Durrah as-Salafiyah, hal. 36-37 dengan sedikit penambahan dari Jami’ al-’Ulum oleh Ibnu Rajab hal. 16-17)

Pentingnya Ikhlas

Allah ta’ala berfirman (yang artinya), “Allah yang menciptakan kematian dan kehidupan dalam rangka menguji kalian; siapakah di antara kalian orang yang terbaik amalnya.” (QS. al-Mulk: 2)

al-Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah menafsirkan makna ‘yang terbaik amalnya’ yaitu ‘yang paling ikhlas dan paling benar’. Apabila amal itu ikhlas namun tidak benar, maka tidak akan diterima. Begitu pula apabila benar tapi tidak ikhlas, maka juga tidak diterima. Ikhlas yaitu apabila dikerjakan karena Allah. Benar yaitu apabila di atas sunnah/tuntunan (Diriwayatkan oleh Abu Nu’aim dalam Hilyat al-Auliya’ [8/95] sebagaimana dinukil dalam Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 50. Lihat pula Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Pada suatu saat sampai berita kepada Abu Bakar tentang pujian orang-orang terhadap dirinya. Maka beliau pun berdoa kepada Allah, “Ya Allah. Engkau lah yang lebih mengetahui diriku daripada aku sendiri. Dan aku lebih mengetahui diriku daripada mereka. Oleh sebab itu ya Allah, jadikanlah aku lebih baik daripada yang mereka kira. Dan janganlah Kau siksa aku karena akibat ucapan mereka. Dan ampunilah aku dengan kasih sayang-Mu atas segala sesuatu yang tidak mereka ketahui.” (Kitab Az Zuhd Nu’aim bin Hamad, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 119)

Mutharrif bin Abdullah rahimahullah mengatakan, “Baiknya hati dengan baiknya amalan, sedangkan baiknya amalan dengan baiknya niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19). Ibnu al-Mubarak rahimahullah mengatakan, “Betapa banyak amal kecil menjadi besar karena niat. Dan betapa banyak pula amal besar menjadi kecil gara-gara niat.” (Sebagaimana dinukil oleh Ibnu Rajab dalam Jami’ al-’Ulum wa al-Hikam, hal. 19)

Seorang ulama yang mulia dan sangat wara’ (berhati-hati) Sufyan Ats Tsauri rahimahullah berkata, “Tidaklah aku menyembuhkan sesuatu yang lebih sulit daripada niatku.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 19)

Pada suatu ketika sampai berita kepada Imam Ahmad bahwa orang-orang mendoakan kebaikan untuknya, maka beliau berkata, “Semoga saja, ini bukanlah bentuk istidraj (yang membuatku lupa diri).” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)

Begitu pula ketika salah seorang muridnya mengabarkan pujian orang-orang kepada beliau, maka Imam Ahmad mengatakan kepada si murid, “Wahai Abu Bakar. Apabila seseorang telah mengenali hakikat dirinya sendiri maka ucapan orang tidak akan berguna baginya.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)

Ad Daruquthni rahimahullah mengatakan, “Pada awalnya kami menuntut ilmu bukan semata-mata karena Allah, akan tetapi ternyata ilmu enggan sehingga menyeret kami untuk ikhlas dalam belajar karena Allah.” (Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)

Asy Syathibi rahimahullah mengatakan, “Penyakit hati yang paling terakhir menghinggapi hati orang-orang salih adalah suka mendapat kekuasaan dan gemar menonjolkan diri.” (Al I’tisham, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 20)

Di dalam biografi Ayyub As Sikhtiyani disebutkan oleh Syu’bah bahwa Ayyub mengatakan, “Aku sering disebut orang, namun aku tidak senang disebut-sebut.” (Siyar A’lamin Nubala’, dinukil dari Ma’alim fii Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 22)

Seorang ulama mengatakan, “Orang yang benar-benar berakal adalah yang mengenali hakikat dirinya sendiri serta tidak terpedaya oleh pujian orang-orang yang tidak mengerti hakikat dirinya” (Dzail Thabaqat Hanabilah, dinukil dari Ma’alim fi Thariq Thalabil ‘Ilmi, hal. 118)

Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Tahun ibarat sebatang pohon sedangkan bulan-bulan adalah cabang-cabangnya, jam-jam adalah daun-daunnya dan hembusan nafas adalah buah-buahannya. Barang siapa yang pohonnya tumbuh di atas kemaksiatan maka buah yang dihasilkannya adalah hanzhal (buah yang pahit dan tidak enak dipandang, pent) sedangkan masa untuk memanen itu semua adalah ketika datangnya Yaumul Ma’aad (kari kiamat). Ketika dipanen barulah akan tampak dengan jelas buah yang manis dengan buah yang pahit. Ikhlas dan tauhid adalah ’sebatang pohon’ di dalam hati yang cabang-cabangnya adalah amal-amal sedangkan buah-buahannya adalah baiknya kehidupan dunia dan surga yang penuh dengan kenikmatan di akherat. Sebagaimana buah-buahan di surga tidak akan akan habis dan tidak terlarang untuk dipetik maka buah dari tauhid dan keikhlasan di dunia pun seperti itu. Adapun syirik, kedustaan, dan riya’ adalah pohon yang tertanam di dalam hati yang buahnya di dunia adalah berupa rasa takut, kesedihan, gundah gulana, rasa sempit di dalam dada, dan gelapnya hati, dahttp://www.blogger.com/img/blank.gifn buahnya di akherat nanti adalah berupa buah Zaqqum dan siksaan yang terus menerus. Allah telah menceritakan kedua macam pohon ini di dalam surat Ibrahim.” (Al Fawa’id, hal. 158).

Syaikh Prof. Dr. Ibrahim ar-Ruhaili hafizhahullah mengatakan, “Ikhlas dalam beramal karena Allah ta’ala merupakan rukun paling mendasar bagi setiap amal salih. Ia merupakan pondasi yang melandasi keabsahan dan diterimanya amal di sisi Allah ta’ala, sebagaimana halnya mutaba’ah (mengikuti tuntunan) dalam melakukan amal merupakan rukun kedua untuk semua amal salih yang diterima di sisi Allah.” (Tajrid al-Ittiba’ fi Bayan Asbab Tafadhul al-A’mal, hal. 49)

***

Penulis: Ari Wahyudi
Artikel www.muslim.or.id

12.09.2010

Pengaruh Penerapan Adab dalam Pemberian Zakat terhadap Ketakwaan dan Kemandirian Umat Islam

Oleh: Muhammad Ali Z.A.

Islam itu bersendi atas 5 asas, yaitu mengikrarkan kesaksian (syahadat) bahwa tak ada Tuhan selain ALLAH dan Muhammad itu utusan Allah dan menegakkan sholat, dan membayar zakat, dan haji, dan berpuasa pada bulan Romadhon” (B. 2:1).

Pada hadits tersebut di atas telah jelaskan bahwa membayar zakat merupakan suatu hal yang sangat penting dalam Islam, bahkan diibaratkan seperti sendi. Diibaratkan demikian karena kelima asas tersebut berperan layaknya seperti sendi yang menyokong kokohnya tubuh manusia. Jika salah satu sendi keislaman seseorang rusak, maka akan terganggu pula kinerja sendi keislaman lainnya. Kelima asas tersebut sama pentingnya karena saling menunjang. Sehingga perlu kita maksimalkan secara menyeluruh.

Salah satu dari lima asas keislaman seseorang adalah zakat. Ditinjau dari segi bahasa, kata zakat merupakan kata dasar yang berarti berkah, tumbuh, bersih, baik, dan kelebihan. Sedangkan bila ditinjau dari segi istilah fiqh, zakat berarti sejumlah harta tertentu yang diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak (Qardawi, 1991). Dari pengertian tersebut, zakat dapat diartikan sebagai suatu harta kelebihan yang baik dan diwajibkan oleh Allah untuk diserahkan kepada orang-orang yang berhak agar keduanya mendapatkan berkah dari Allah dan untuk membersihkan dosa muzakki. Di sisi lain mustahik mempergunakan harta tersebut secara bertanggungjawab sehingga harta tersebut akan tumbuh. Kata tumbuh bermakna bahwa harta tersebut akan menghasilkan kemanfaatan yang lebih banyak, meningkatkan mental keagamaan dan kemanusiaan bagi penerima dan pemberi zakat.

Menurut Mursyidi (2003), Pada hakekatnya zakat memiliki 4 fungsi pokok, yaitu:
  1. membersihkan jiwa muzakki,
  2. membersihkan harta muzakki,
  3. fungsi ibadah. Artinya bahwa zakat merupakan sarana dalam pengabdian dan rasa syukur kepada Allah SWT,
  4. dan fungsi sosial ekonomi. Artinya bahwa zakat mempunyai misi meratakan kesejahteraan dan kebahagiaan dalam bidang sosial ekonomi. Lebih jauh dapat berperan serta dalam membangun perekonomian mendasar yang bergerak langsung ke sektor ekonomi lemah.
Fungsi zakat tersebut merupakan gambaran peran serta zakat dalam mewujudkan kemandirian umat islam. Selain fungsi ibadah dan kemanfaatan bagi muzakki, fungsi sosial ekonomi merupakan fungsi pokok zakat karena akan berpengaruh terhadap aspek lain dalam kehidupan umat Islam. Pemerataan tingkat ekonomi akan menjadikan semakin banyak orang merasa lebih tenang dalam beraktivitas karena tidak dibayang-bayangi kekhawatiran terhadap pemenuhan kebutuhan hidupnya, sehingga ibadah mereka akan lebih khusyu'. Tidak ada lagi alasan menyekutukan Allah SWT karena ketergantungan pemenuhan kebutuhan ekonomi kepada pihak Non Islam. Tidak hanya itu, semangat umat islampun akan meningkat sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan pada aspek politik, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Dengan terberdayakannya berbagai aspek kehidupan oleh umat Islam, maka akan mengakibatkan kemandirian umat Islam yang ditandai dengan kemaslahatan umat dalam berbagai aspek kehidupan.

Semua itu merupakan ungkapan kemanfaatan yang akan terwujud jika pelaksanaan pemberian zakat dilakukan berdasarkan ketakwaan terhadap Allah SWT dan menerapkan adab dalam pelaksanaan pemberian zakat.

Takwa berarti terpeliharanya diri untuk tetap taat untuk melaksanakan perintah Allah dan menjauhi segala larangan-Nya (Alwi dkk, 1988). Seorang yang bertakwa akan selalu berusaha untuk berbuat kebaikan karena menganggap bahwa segala yang dia lakukan adalah pengabdian kepada Allah. Sehingga akan selalu berusaha untuk berbuat yang terbaik dalam segala hal.

Adab memiliki arti kehalusan dan kebaikan budi pekerti, kesopanan, akhlak (Alwi dkk, 1988). Menurut Azis (2004), adab dalam pemberian zakat kepada mustahik terdiri dari 8 adab, yaitu:
  1. ikhlas, dengan senang hati dan tidak disertai dengan al-mannu (mengungkit-ngungkit) dan al-adza (menyinggung perasaan penerima),
  2. harta zakat tidak boleh dibelinya apalagi diambil kembali. Dari Umar bin Khotob: “Rosululloh SAW pernah bersabda: “ Janganlah engkau beli dan ambil lagi sedekahmu walaupun ia memberimu dengan dirham, karena orang yang mengambil kembali sedekahnya seperti anjing yang menelan kembali air liurnya.”” (HR Mutafaqun’alaih),
  3. jangan mengumpulkan orang yang meminta untuk datang ke rumahmu, tetapi hendaknya dibagikan ke tempat-tempatnya,
  4. hendaknya dari harta yang terbaik, hasil usaha yang terbaik dan yang paling dicintainya,
  5. hendaknya disalurkan melalui badan amil zakat terpercaya untuk menghindari pujian manusia,
  6. saling mengucapkan do’a,
  7. menegaskan dalam membayar zakat sebagai ketaatan kepada Allah,
  8. dan dianjurkan dalam memberi zakat sampai fuqoro mampu sehingga tak meminta-minta lagi.
Dengan adab yang diterapakan, maka akan menjadikan penerima zakat tidak merasa terhina. Sehingga semakin meningkatkan semangatnya dalam berbuat kebajikan. Bersamaan dengan itu akan meningkatkan ketakwaan kedua pihak. Dengan modal ketakwaan tersebut maka akan menjadikan umat Islam semakin kokoh persatuannya dan mewujudkan umat Islam yang mandiri. Kemandirian umat Islam bermakna terlepasnya ketergantungan umat Islam terhadap pihak Non Islam.

Kesimpulannya, penerapan adab dalam memberikan zakat akan meningkatkan ketakwaan pihak muzakki dan mustahik. Sehingga akan mewujudkan kemandirian umat Islam pada berbagai aspek kehidupan.


DAFTAR PUSTAKA

Alwi. 2003. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi 3. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Azishtm. 2010. Adab Dalam Memberikan Zakat. http://bisnisazis.wordpress.com/2010/01/Adab-Dalam-Memberikan-Zakat.html.

Mursyidi. 2003. Akuntansi Zakat Kontemporer, Cet ke-2. Bandung: PT Remaja Rosadakarya.

Qardawi Yusuf. 1988. Hukum Zakat, cet. ke-5. Jakarta: Penerbit Litera AntarNusa dan Penerbit Mizan.

Yasir S. Ali. 1984. Aqidah Islam, cet. ke-10. Yogyakarta: Yayasan PIRI.

9.17.2010

Hasyim: Gereja di Indonesia Terbanyak di Asia

JAKARTA (Arrahmah.com) - Mantan Ketua Umum PBNU KH Hasyim Muzadi mengingatkan agar konflik terkait Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Bekasi tidak diarahkan pada pencabutan Surat Keputusan Bersama tiga menteri, apalagi menjurus pada islamophobia.


"Karena kalau SKB dicabut akan mengundang ekses yang lebih luas dari sekadar peristiwa Bekasi. Acuan nasional menjadi tidak ada, dan daerah membuat aturan sendiri-sendiri yang menjadi semakin ruwet," katanya dalam pernyataan tertulis yang diterima Antara di Jakarta, Kamis (16/9/2010).

Menurut Presiden World Conference on Religion for Peace (WCRP) itu, meski dinilai kurang sempurna, bagaimana pun SKB merupakan konsensus tokoh-tokoh agama. Hasyim menilai saat ini terasa ada pihak yang "mengaduk-aduk" serta "berselancar" di atas peristiwa Bekasi, yang tentunya harus diwaspadai semua pihak.

"Umat beragama harus waspada bahwa selalu ada paham atheisme atau non agama yang mengaduk dan mengkonflikkan antarumat beragama agar agama disfungsi demi kepentingan ideologi atheisme, dan mereka pula yang mengobarkan islamophobia dengan menyusup ke semua agama yang ada," katanya.

Terkait kesulitan administratif pendirian gereja manakala tidak mencukupi syarat SKB, kata Hasyim, kepala daerah semestinya dapat mengarahkan ke mana dan di mana tempat kebaktian itu seharusnya berada. "Di sisi lain Dirjen Kristen yang merekomendasi terbentuknya sinode jangan terlalu gampang sehingga memperbanyak sekte-sekte dalam agama Kristen yang mengakibatkan setiap sekte minta gereja sediri-sendiri," katanya.

Dikatakannya, gereja yang berada di bawah Persekutuan Gereja-gereja Indonesia (PGI) saja sudah ratusan jumlahnya, belum yang bernaung di lembaga lain. "Dari sini tercatat bahwa Indonesia merupakan negara terbanyak gerejanya di Asia," kata Hasyim. (ant/arrahmah.com)


Adapted from :
Arrahmah.com

9.09.2010

Idhul Fitri 1431 H Jatuh Hari Jumat, 10 September 2010

mutoha.blogspot.com
Jakarta (Pinmas)--Menyusul hasil sidang itsbat, pemerintah menetapkan Hari Raya Idul Fitri 1431 Hijriyah jatuh pada hari Jumat, 10 September 2010. Penetapan tersebut tertuang dalam keputusan Menteri Agama Nomor 116 tahun 2010 tertanggal 8 September 2010 tentang Penetapan 1 Syawal 1431 H.

"Dengan demikian tidak ada keraguan diantara kita bahwa Idul Fitri jatuh pada hari Jumat," kata Menteri Agama Suryadharma Ali saat memimpin sidang di operation room Kementerian Agama, Rabu (8/9) malam. Sidang dihadiri duta besar dan perwakilan negara-negara Islam, pimpinan ormas-ormas Islam, Ketua MUI KH Maruf Amien serta Dirjen Peradilan Agama Mahkamah Agung, Wahyu Widiana.
Menanggapi permintaan ormas-ormas Islam agar pemerintah memfasilitasi pertemuan untuk menyepakati kriteria yang sama dalam penentuan awal Ramadhan, 1 Syawal dan Idul Adha sehingga tidak terjadi lagi perbedaan di Indonesia dalam menetapkan hari-hari tersebut, Menteri Agama setuju sehingga di tahun mendatang diharapkan tercapai kaidah yang sama.
Sebelumnya, Sekretaris Direktorat Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Muhaimin Luthfi melaporkan dari hasil pemantauan di 29 lokasi dari Banda Aceh hingga Papua semua melaporkan tidak melihat hilal (bulan baru).
Muhaimin memaparkan, ijtima (pertemuan akhir bulan dan awal bulan baru) menjelang syawal jatuh pada Rabu, 8 September atau 29 Ramadhan pukul 17.31 WIB sehingga saat matahari terbenam posisi hilal masih di bawah ufuk. Dengan demikian bulan Ramadhan digenapkan menjadi 30 hari (istikmal) dan 1 syawal jatuh pada Jumat, 10 September 2010.
Dengan demikian terjadi kesamaan dengan penetapan PP Muhammadiyah dengan maklumatnya telah menetapkan tanggal 1 Syawal jatuh pada hari Jumat Legi, 10 September 2010. Demikian pula dengan almanak PBNU berdasarkan hisab menetapkan pada tanggal yang sama.
Ketua Lajnah Falakiah PBNU, KH Ghozali Masroeri mengatakan, pengamatan NU di beberapa titik juga tidak melihat hilal. "Kita bisa puasa, hari raya Idul Fitri bareng harus kita syukuri, memang sekarang kita sama," ujarnya.
Hamim Azizi dari Al Washliyah mengungkapkan, meski sekarang kita sama, bukan tidak mungkin muncul suatu saat bisa terjadi perbedaan. Karena itu sebaiknya Kementerian Agama dapat memfasilitasi pertemuan ormas-ormas Islam untuk membahas masalah ini.
Sumber : http://m.depag.go.id/

9.05.2010

SUBHANALLAH!!! harus diliat!

SOURCE : http://www.youtube.com/watch?v=UycpQZOUvws
jangan lupa shalat ya kawan!

6.27.2010

Mengenal Imam Tirmizi

Khazanah keilmuan Islam klasik mencatat sosok Imam Tirmizi sebagai salah satu periwayat dan ahli Hadits utama, selain Imam Bukhari, Imam Muslim, Imam Abu Daud, dan sederet nama lainnya. Karyanya, Kitab Al Jami', atau biasa dikenal dengan kitab Jami' Tirmizi, menjadi salah satu rujukan penting berkaitan masalah Hadits dan ilmunya, serta termasuk dalam Kutubus Sittah (enam kitab pokok di bidang Hadits) dan ensiklopedia Hadits terkenal. Sosok penuh tawadhu' dan ahli ibadah ini tak lain adalah Imam Tirmizi.

Dilahirkan pada 279 H di kota Tirmiz, Imam Tirmizi bernama lengkap Imam Al-Hafiz Abu Isa Muhammad bin Isa bin Saurah bin Musa bin Ad-Dahhak As-Sulami At-Tirmizi. Sejak kecil, Imam Tirmizi gemar belajar ilmu dan mencari Hadits. Untuk keperluan inilah ia mengembara ke berbagai negeri, antara lain Hijaz, Irak, Khurasan, dan lain-lain.

Dalam lawatannya itu, ia banyak mengunjungi ulama-ulama besar dan guru-guru Hadits untuk mendengar Hadits dan kemudian dihafal dan dicatatnya dengan baik. Di antara gurunya adalah; Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Daud. Selain itu, ia juga belajar pada Imam Ishak bin Musa, Mahmud bin Gailan, Said bin Abdurrahman, Ali bin Hajar, Ahmad bin Muni', dan lainnya.

Perjalanan panjang pengembaraannya mencari ilmu, bertukar pikiran, dan mengumpulkan Hadits itu mengantarkan dirinya sebagai ulama Hadits yang sangat disegani kalangan ulama semasanya. Kendati demikian, takdir menggariskan lain. Daya upaya mulianya itu pula yang pada akhir kehidupannya mendapat musibah kebutaan, dan beberapa tahun lamanya ia hidup sebagai tuna netra. Dalam kondisi seperti inilah, Imam Tirmizi meninggal dunia. Ia wafat di Tirmiz pada usia 70 tahun.

Di kemudian hari, kumpulan Hadits dan ilmu-ilmunya dipelajari dan diriwayatkan oleh banyak ulama, di antaranya; Makhul ibnul-Fadl, Muhammad bin Mahmud Anbar, Hammad bin Syakir, Abd bin Muhammad An-Nasfiyyun, Al-Haisam bin Kulaib Asy-Syasyi, Ahmad bin Yusuf An-Nasafi, Abul-Abbas Muhammad bin Mahbud Al-Mahbubi, yang meriwayatkan kitab Al-Jami' daripadanya, dan lain-lain. Mereka ini pula murid-murid Imam Tirmizi.

Banyak kalangan ulama dan ahli Hadits mengakui kekuatan dan kelebihan dalam diri Imam Tirmizi. Selain itu, kesalehan dan ketakwaannya pun tak dapat diragukan lagi. Salah satu ulama itu, Ibnu Hibban Al-Busti, pakar Hadits, mengakui kemampuan Tirmizi dalam menghafal, menghimpun, menyusun, dan meneliti Hadits, sehingga menjadikan dirinya sumber pengambilan Hadits para ulama terkenal, termasuk Imam Bukhari.

Sementara kalangan ulama lainnya mengungkapkan, Imam Tirmizi adalah sosok yang dapat dipercaya, amanah, dan sangat teliti. Kisah yang dikemukakan Al-Hafiz Ibnu Hajar dalam Tahzib At-Tahzibnya, dari Ahmad bin Abdullah bin Abu Dawud, berikut adalah salah satu bukti kelebihan sang Imam :

Saya mendengar Abu Isa At-Tirmizi berkata, "Pada suatu waktu dalam perjalanan menuju Mekkah, dan ketika itu saya telah menulis dua jilid buku berisi Hadits-hadits berasal dari seorang guru. Guru tersebut berpapasan dengan kami. Lalu saya bertanya-tanya mengenai dia, mereka menjawab bahwa dialah orang yang kumaksudkan itu. Kemudian saya menemuinya. Dia mengira bahwa 'dua jilid kitab' itu ada padaku. Ternyata yang kubawa bukanlah dua jilid tersebut, melainkan dua jilid lain yang mirip dengannya. Ketika saya bertemu dengannya, saya memohon kepadanya untuk mendengar Hadits, dan ia mengabulkan permohonan itu. Kemudian ia membacakan Hadits yang telah dihafalnya. Di sela-sela pembacaan itu ia mencuri pandang dan melihat bahwa kertas yang kupegang ternyata masih putih bersih tanpa ada tulisan sesuatu apa pun. Melihat kenyataan itu, ia berkata, 'Tidakkah engkau malu kepadaku?' Lalu aku bercerita dan menjelaskan kepadanya bahwa apa yang ia bacakan itu telah kuhafal semuanya. 'Coba bacakan!' perintahnya. Aku pun membacakan seluruhnya secara beruntun. Ia bertanya lagi, 'Apakah telah engkau hafalkan sebelum datang kepadaku?' Aku menjawab, 'Tidak.' Kemudian saya meminta lagi agar dia meriwayatkan Hadits yang lain. Ia pun kemudian membacakan 40 Hadits yang tergolong Hadits-hadits sulit atau gharib lalu berkata, 'Coba ulangi apa yang kubacakan tadi!' Lalu aku membacakannya dari pertama sampai selesai, dan ia berkomentar, 'Aku belum pernah melihat orang seperti engkau.' "

Selain dikenal sebagai ahli dan penghafal Hadits, mengetahui kelemahan-kelemahan dan perawi-perawinya, Imam Tirmizi juga dikenal sebagai ahli fiqh dengan wawasan dan pandangan luas. Pandangan-pandangan tentang fiqh itu misalnya, dapat ditemukan dalam kitabnya Al-Jami'.

Kajian-kajiannya mengenai persoalan fiqh ini pula mencerminkan dirinya sebagai ulama yang sangat berpengalaman dan mengerti betul duduk permasalahan yang sebenarnya. Sebagai tamsil, penjelasannya terhadap sebuah Hadits mengenai penangguhan membayar piutang yang dilakukan si berutang yang sudah mampu, sebagai berikut: "Muhammad bin Basysyar bin Mahdi menceritakan kepada kami. Sufyan menceritakan kepada kami, dari Abi Az-Zunad, dari Al-Arai dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, bersabda: Penangguhan membayar utang (yang dilakukan oleh si berutang) yang mampu adalah suatu kezaliman. Apabila seseorang di antara kamu dipindahkan utangnya kepada orang lain yang mampu membayar, hendaklah pemindahan utang itu diterimanya."

Bagaimana penjelasan sang Imam? Berikut ini komentar beliau, "Sebagian ahli ilmu berkata: 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang mampu membayar dan ia menerima pemindahan itu, maka bebaslah orang yang memindahkan (muhil) itu, dan bagi orang yang dipindahkan piutangnya (muhtal) tidak dibolehkan menuntut kepada muhil.' Sementara sebagian ahli lainnya mengatakan: 'Apabila harta seseorang (muhtal) menjadi rugi disebabkan kepailitan muhal 'alaih, maka baginya dibolehkan menuntut bayar kepada orang pertama (muhil). Alasannya adalah, tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim. Menurut Ibnu Ishak, perkataan 'Tidak ada kerugian atas harta benda seorang Muslim' ini adalah 'Apabila seseorang dipindahkan piutangnya kepada orang lain yang dikiranya mampu, namun ternyata orang lain itu tidak mampu, maka tidak ada kerugian atas harta benda orang Muslim (yang dipindahkan utangnya) itu'." demikian penjelasan Imam Tirmizi.

Ini adalah satu contoh yang menunjukkan kepada kita, betapa cemerlangnya pemikiran fiqh Imam Tirmizi dalam memahami nash-nash Hadits, serta betapa luas dan orisinal pandangannya itu. Hingga meninggalnya, Imam Tirmizi telah menulis puluhan kitab, diantaranya: Kitab Al-Jami', terkenal dengan sebutan Sunan at-Tirmizi, Kitab Al-'Ilal, Kitab At-Tarikh, Kitab Asy-Syama'il an-Nabawiyyah, Kitab Az-Zuhd, dan Kitab Al-Asma' wal-Kuna.

Selain dikenal dengan sebutan Kitab Jami' Tirmizi, kitab ini juga dikenal dengan nama Sunan At-Tirmizi. Di kalangan muhaddisin (ahli Hadits), kitab ini menjadi rujukan utama, selain kitab-kitab hadits lainnya dari Imam Bukhari maupun Imam Muslim.

Kitab Sunan Tirmizi dianggap sangat penting lantaran kitab ini betul-betul memperhatikan ta'lil (penentuan nilai) Hadits dengan menyebutkan secara eksplisit Hadits yang sahih. Itu sebabnya, kitab ini menduduki peringkat ke-4 dalam urutan Kutubus Sittah, atau menurut penulis buku Kasyf Az Zunuun, Hajji Khalfah (w. 1657), kedudukan Sunan Tirmizi berada pada tingkat ke-3 dalam hierarki Kutubus Sittah.

Tidak seperti kitab Hadits Imam Bukhari, atau yang ditulis Imam Muslim dan lainnya, kitab Sunan Tirmizi dapat dipahami oleh siapa saja, yang memahami bahasa Arab tentunya. Dalam menyeleksi Hadits untuk kitabnya itu, Imam Tirmizi bertolak pada dasar apakah Hadits itu dipakai oleh fuqaha (ahli fikih) sebagai hujjah (dalil) atau tidak. Sebaliknya, Tirmizi tidak menyaring Hadits dari aspek Hadits itu dhaif atau tidak. Itu sebabnya, ia selalu memberikan uraian tentang nilai Hadits, bahkan uraian perbandingan dan kesimpulannya.

Diriwayatkan, bahwa ia pernah berkata: "Semua Hadits yang terdapat dalam kitab ini adalah dapat diamalkan." Oleh karena itu, sebagian besar ahli ilmu menggunakannya (sebagai pegangan), kecuali dua Hadits, yaitu: Pertama, yang artinya: "Sesungguhnya Rasulullah SAW menjamak shalat Dhuhur dengan Ashar, dan Maghrib dengan Isya, tanpa adanya sebab takut dan dalam perjalanan.'' Juga Hadits, "Jika ia peminum khamar, minum lagi pada yang keempat kalinya, maka bunuhlah dia." Hadits mengenai hukuman untuk peminum khamar ini adalah mansukh (terhapus) dan ijma' ulama pun menunjukkan demikian. Sedangkan mengenai shalat jamak, para ulama berbeda pendapat atau tidak sepakat untuk meninggalkannya. Sebagian besar ulama berpendapat boleh hukumnya melakukan shalat jamak di rumah selama tidak dijadikan kebiasaan. Pendapat ini adalah pendapat Ibn Sirin dan Asyab serta sebagian besar ahli fiqh dan ahli Hadits juga Ibn Munzir.

Beberapa keistimewaan Kitab Jami' atau Sunan Tirmizi adalah, pencantuman riwayat dari sahabat lain mengenai masalah yang dibahas dalam Hadits pokok (Hadits al Bab), baik isinya yang semakna maupun yang berbeda, bahkan yang bertentangan sama sekali secara langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, keistimewaan yang langsung kaitannya dengan ulum al Hadits (ilmu-ilmu Hadits) adalah masalah ta'lil Hadits. Hadits-hadits yang dimuat disebutkan nilainya dengan jelas, bahkan nilai rawinya yang dianggap penting. Kitab ini dinilai positif karena dapat digunakan untuk penerapan praktis kaidah-kaidah ilmu Hadits, khususnya ta'lil Hadits tersebut.

Sumber: http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=172
Diambil dari software Hadits Web 3.0

6.20.2010

Mengenal Imam Muslim

Imam Muslim -semoga Allah merahmatinya- dilahirkan di Naisabur pada tahun 202 H atau 817 M. Imam Muslim bernama lengkap Imam Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj bin Muslim bin Kausyaz al Qusyairi an Naisaburi. Naisabur, yang sekarang ini termasuk wilayah Rusia, dalam sejarah Islam kala itu termasuk dalam sebutan Maa Wara'a an Nahr, artinya daerah-daerah yang terletak di sekitar Sungai Jihun di Uzbekistan, Asia Tengah. Pada masa Dinasti Samanid, Naisabur menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan selama lebih kurang 150 tahun. Seperti halnya Baghdad di abad pertengahan, Naisabur, juga Bukhara (kota kelahiran Imam Bukhari) sebagai salah satu kota ilmu dan pusat peradaban di kawasan Asia Tengah. Di sini pula bermukim banyak ulama besar.

Perhatian dan minat Imam Muslim terhadap ilmu hadits memang luar biasa. Sejak usia dini, beliau telah berkonsentrasi mempelajari hadits. Pada tahun 218 H, beliau mulai belajar hadits, ketika usianya kurang dari lima belas tahun. Beruntung, beliau dianugerahi kelebihan berupa ketajaman berfikir dan ingatan hafalan. Ketika berusia sepuluh tahun, Imam Muslim sering datang dan berguru pada seorang ahli hadits, yaitu Imam Ad Dakhili. Setahun kemudian, beliau mulai menghafal hadits Nabi SAW, dan mulai berani mengoreksi kesalahan dari gurunya yang salah menyebutkan periwayatan hadits.

Selain kepada Ad Dakhili, Imam Muslim pun tak segan-segan bertanya kepada banyak ulama di berbagai tempat dan negara. Berpetualang menjadi aktivitas rutin bagi dirinya untuk mencari silsilah dan urutan yang benar sebuah hadits. Beliau, misalnya pergi ke Hijaz, Irak, Syam, Mesir dan negara-negara lainnya. Dalam lawatannya itu, Imam Muslim banyak bertemu dan mengunjungi ulama-ulama kenamaan untuk berguru hadits kepada mereka. Di Khurasan, beliau berguru kepada Yahya bin Yahya dan Ishak bin Rahawaih; di Ray beliau berguru kepada Muhammad bin Mahran dan Abu 'Ansan. Di Irak beliau belajar hadits kepada Ahmad bin Hanbal dan Abdullah bin Maslamah; di Hijaz beliau belajar kepada Sa'id bin Mansur dan Abu Mas 'Abuzar; di Mesir beliau berguru kepada 'Amr bin Sawad dan Harmalah bin Yahya, dan ulama ahli hadits lainnya.

Bagi Imam Muslim, Baghdad memiliki arti tersendiri. Di kota inilah beliau berkali-kali berkunjung untuk belajar kepada ulama-ulama ahli hadits. Kunjungannya yang terakhir beliau lakukan pada tahun 259 H. Ketika Imam Bukhari datang ke Naisabur, Imam Muslim sering mendatanginya untuk bertukar pikiran sekaligus berguru padanya. Saat itu, Imam Bukhari yang memang lebih senior, lebih menguasai ilmu hadits ketimbang dirinya.

Ketika terjadi fitnah atau kesenjangan antara Bukhari dan Az Zihli, beliau bergabung kepada Bukhari. Sayang, hal ini kemudian menjadi sebab terputusnya hubungan dirinya dengan Imam Az Zihli. Yang lebih menyedihkan, hubungan tak baik itu merembet ke masalah ilmu, yakni dalam hal penghimpunan dan periwayatan hadits-hadits Nabi SAW.

Imam Muslim dalam kitab shahihnya maupun kitab-kitab lainnya tidak memasukkan hadits-hadits yang diterima dari Az Zihli, padahal beliau adalah gurunya. Hal serupa juga beliau lakukan terhadap Bukhari. Tampaknya bagi Imam Muslim tak ada pilihan lain kecuali tidak memasukkan ke dalam Kitab Shahihnya hadits-hadits yang diterima dari kedua gurunya itu. Kendatipun demikian, dirinya tetap mengakui mereka sebagai gurunya.

Imam Muslim yang dikenal sangat tawadhu' dan wara' dalam ilmu itu telah meriwayatkan puluhan ribu hadits. Menurut Muhammad Ajaj Al Khatib, guru besar hadits pada Universitas Damaskus, Syria, hadits yang tercantum dalam karya besar Imam Muslim, Shahih Muslim, berjumlah 3.030 hadits tanpa pengulangan. Bila dihitung dengan pengulangan, katanya, berjumlah sekitar 10.000 hadits. Sementara menurut Imam Al Khuli, ulama besar asal Mesir, hadits yang terdapat dalam karya Muslim tersebut berjumlah 4.000 hadits tanpa pengulangan, dan 7.275 dengan pengulangan. Jumlah hadits yang beliau tulis dalam Shahih Muslim itu diambil dan disaring dari sekitar 300.000 hadits yang beliau ketahui. Untuk menyaring hadits-hadits tersebut, Imam Muslim membutuhkan waktu 15 tahun.

Mengenai metode penyusunan hadits, Imam Muslim menerapkan prinsip-prinsip ilmu jarh, dan ta'dil, yakni suatu ilmu yang digunakan untuk menilai cacat tidaknya suatu hadits. Beliau juga menggunakan sighat at tahammul (metode-metode penerimaan riwayat), seperti haddasani (menyampaikan kepada saya), haddasana (menyampaikan kepada kami), akhbarana (mengabarkan kepada saya), akhabarana (mengabarkan kepada kami), dan qaalaa (ia berkata).

Imam Muslim menjadi orang kedua terbaik dalam masalah ilmu hadits (sanad, matan, kritik, dan seleksinya) setelah Imam Bukhari. "Di dunia ini orang yang benar-benar ahli di bidang hadits hanya empat orang; salah satu di antaranya adalah Imam Muslim," komentar ulama besar Abu Quraisy Al Hafizh. Maksud ungkapan itu tak lain adalah ahli-ahli hadits terkemuka yang hidup di masa Abu Quraisy.


Reputasinya mengikuti gurunya Imam Bukhari


Dalam khazanah ilmu-ilmu Islam, khususnya dalam bidang ilmu hadits, nama Imam Muslim begitu monumental, setara dengan gurunya, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhary al-Ju’fy atau lebih dikenal dengan nama Imam Bukhari. Sejarah Islam sangat berhutang jasa kepadanya, karena prestasinya di bidang ilmu hadits, serta karya ilmiahnya yang luar biasa sebagai rujukan ajaran Islam, setelah al-Qur’an

Melalui karyanya yang sangat berharga, al-Musnad ash-Shahih, atau al-Jami’ ash-Shahih, selain menempati urutan kedua setelah Shahih Bukhari, kitab tersebut memenuhi khazanah pustaka dunia Islam, dan di Indonesia, khususnya di pesantren-pesantren menjadi kurikulum wajib bagi para santri dan mahasiswa.

Pengembaraan (rihlah) dalam pencarian hadits merupakan kekuatan tersendiri, dan amat penting bagi perkembangan intelektualnya. Dalam pengembaraan ini (tahun 220 H), Imam Muslim bertemu dengan guru-gurunya, dimana pertama kali bertemu dengan Qa’nabi dan yang lainnya, ketika menuju kota Makkah dalam rangka perjalanan haji. Perjalanan intelektual lebih serius, barangkali dilakukan tahun 230 H. Dari satu wilayah ke wilayah lainnya, misalnya menuju ke Irak, Syria, Hijaz dan Mesir.

Waktu yang cukup lama dihabiskan bersama gurunya al-Bukhari. Kepada guru besarnya ini, Imam Muslim menaruh hormat yang luar biasa. "Biarkan aku mencium kakimu, hai Imam Muhadditsin dan dokter hadits," pintanya, ketika di sebuah pertemuan antara Bukhari dan Muslim.

Disamping itu, Imam Muslim memang dikenal sebagai tokoh yang sangat ramah, sebagaimana al-Bukhari yang memiliki kehalusan budi bahasa, Imam Muslim juga memiliki reputasi, yang kemudian populer namanya — sebagaimana disebut oleh Adz-Dzahabi — dengan sebutan muhsin dari Naisabur.

Maslamah bin Qasim menegaskan, "Muslim adalah tsaqqat, agung derajatnya dan merupakan salah seorang pemuka (Imam)." Senada pula, ungkapan ahli hadits dan fuqaha’ besar, Imam An-Nawawi, "Para ulama sepakat atas kebesarannya, keimanan, ketinggian martabat, kecerdasan dan kepeloporannya dalam dunia hadits."


Kitab Shahih Muslim

Imam Muslim memiliki jumlah karya yang cukup penting dan banyak. Namun yang paling utama adalah karyanya, Shahih Muslim. Dibanding kitab-kitab hadits shahih lainnya, kitab Shahih Muslim memiliki karakteristik tersendiri, dimana Imam Muslim banyak memberikan perhatian pada ekstraksi yang resmi. Beliau bahkan tidak mencantumkan judul-judul setiap akhir dari satu pokok bahasan. Disamping itu, perhatiannya lebih diarahkan pada mutaba’at dan syawahid.

Walaupun dia memiliki nilai beda dalam metode penyusunan kitab hadits, Imam Muslim sekali-kali tidak bermaksud mengungkap fiqih hadits, namun mengemukakan ilmu-ilmu yang bersanad. Karena beliau meriwayatkan setiap hadits di tempat yang paling layak dengan menghimpun jalur-jalur sanadnya di tempat tersebut. Sementara al-Bukhari memotong-motong suatu hadits di beberapa tempat dan pada setiap tempat beliau sebutkan lagi sanadnya. Sebagai murid yang shalih, beliau sangat menghormati gurunya itu, sehingga beliau menghindari orang-orang yang berselisih pendapat dengan al-Bukhari.

Kitab Shahih Muslim memang dinilai kalangan muhaditsun berada setingkat di bawah al-Bukhari. Namun ada sejumlah ulama yang menilai bahwa kitab Imam Muslim lebih unggul ketimbang kitabnya al-Bukhari.

Sebenarnya kitab Shahih Muslim dipublikasikan untuk Abu Zur’ah, salah seorang kritikus hadits terbesar, yang biasanya memberikan sejumlah catatan mengenai cacatnya hadits. Lantas, Imam Muslim kemudian mengoreksi cacat tersebut dengan membuangnya tanpa argumentasi. Karena Imam Muslim tidak pernah mau membukukan hadits-hadits yang hanya berdasarkan kriteria pribadi semata, dan hanya meriwayatkan hadits yang diterima oleh kalangan ulama. Sehingga hadits-hadits Muslim terasa sangat populis.

Berdasarkan hitungan Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab Shahih Muslim memuat 3.033 hadits. Metode penghitungan ini tidak didasarkan pada sistem isnad sebagaimana dilakukan ahli hadits, namun beliau mendasarkannya pada subyek-subyek. Artinya jika didasarkan isnad, jumlahnya bisa berlipat ganda.


Antara al-Bukhari dan Muslim

Imam Muslim, sebagaimana dikatakan oleh Prof. Mustafa ‘Adzami dalam bukunya Studies in Hadith Methodology and Literature, mengambil keuntungan dari Shahih Bukhari, kemudian menyusun karyanya sendiri, yang tentu saja secara metodologis dipengaruhi karya al-Bukhari.

Antara al-Bukhari dan Muslim, dalam dunia hadits memiliki kesetaraan dalam keshahihan hadits, walaupun hadits al-Bukhari dinilai memiliki keunggulan setingkat. Namun, kedua kitab hadits tersebut mendapatkan gelar sebagai as-Shahihain.

Sebenarnya para ulama berbeda pendapat mana yang lebih unggul antara Shahih Muslim dengan Shahih Bukhari. Jumhur Muhadditsun berpendapat, Shahihul Bukhari lebih unggul, sedangkan sejumlah ulama Marokko dan yang lain lebih mengunggulkan Shahih Muslim. Hal ini menunjukkan, sebenarnya perbedaannya sangatlah sedikit, dan walaupun itu terjadi, hanyalah pada sistematika penulisannya saja, serta perbandingan antara tema dan isinya.

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengulas kelebihan Shahih Bukhari atas Shahih Muslim, antara lain, karena Al-Bukhari mensyaratkan kepastian bertemunya dua perawi yang secara struktural sebagai guru dan murid dalam hadits Mu’an’an; agar dapat dihukumi bahwa sanadnya bersambung. Sementara Muslim menganggap cukup dengan "kemungkinan" bertemunya kedua rawi tersebut dengan tidak adanya tadlis.

Al-Bukhari mentakhrij hadits yang diterima para perawi tsaqqat derajat utama dari segi hafalan dan keteguhannya. Walaupun juga mengeluarkan hadits dari rawi derajat berikutnya dengan sangat selektif. Sementara Muslim, lebih banyak pada rawi derajat kedua dibanding Bukhari. Disamping itu kritik yang ditujukan kepada perawi jalur Muslim lebih banyak dibanding kepada al-Bukhari.

Sementara pendapat yang berpihak pada keunggulan Shahih Muslim beralasan — sebagaimana dijelaskan Ibnu Hajar —, bahwa Muslim lebih berhati-hati dalam menyusun kata-kata dan redaksinya, karena menyusunnya di negeri sendiri dengan berbagai sumber di masa kehidupan guru-gurunya. Beliau juga tidak membuat kesimpulan dengan memberi judul bab sebagaimana Bukhari lakukan. Dan sejumlah alasan lainnya.

Namun prinsipnya, tidak semua hadits Bukhari lebih shahih ketimbang hadits Muslim dan sebaliknya. Hanya pada umumnya keshahihan hadits riwayat Bukhari itu lebih tinggi derajatnya daripada keshahihan hadits dalam Shahih Muslim.


Karya-karya Imam Muslim

Imam Muslim berhasil menghimpun karya-karyanya, antara lain seperti: 1) Al-Asma’ wal-Kuna, 2) Irfadus Syamiyyin, 3) Al-Arqaam, 4) Al-Intifa bi Juludis Siba’, 5) Auhamul Muhadditsin, 7)At-Tarikh, 8) At-Tamyiz, 9) Al-Jami’, 10) Hadits Amr bin Syu’aib, 11) Rijalul ‘Urwah, 12)Sawalatuh Ahmad bin Hanbal, 13) Thabaqat, 14) Al-I’lal, 15) Al-Mukhadhramin, 16) Al-Musnad al-Kabir, 17) Masyayikh ats-Tsawri, 18) Masyayikh Syu’bah, 19) Masyayikh Malik, 20) Al-Wuhdan, 21) As-Shahih al-Masnad.

Kitab-kitab nomor 6, 20, dan 21 telah dicetak, sementara nomor 1, 11, dan 13 masih dalam bentuk manuskrip. Sedangkan karyanya yang monumental adalah Shahih dari judul singkatnya, yang sebenarnya berjudul, Al-Musnad as-Shahih, al-Mukhtashar minas Sunan, bin-Naqli al-’Adl ‘anil ‘Adl ‘an Rasulillah.


Wafatnya Imam Muslim


Imam Muslim wafat pada Ahad sore, pada tanggal 24 Rajab 261 H. Semoga Allah SWT merahmatinya, mengampuni segala kesalahannya, serta menggolongkannya ke dalam golongan orang-orang yang sholeh. Amiin.


Sumber: - http://members.tripod.com/fitrah_online/thema/des98/1298muslim.htm
- http://www.kotasantri.com/galeria.php?aksi=DetailArtikel&artid=171
Di ambil dari software Hadits Web 3.0